Your Dream (Not?) Comes True

21 Jul 2016    View : 2421    By : Nadia Sabila


seragam_smaSaat itu, di depan gerbang sekolah, aku hanya memandangmu dari kejauhan. Kau, seorang gadis remaja cantik, yang dari awal sudah kuramal akan populer dengan cepat di antara para kakak senior laki-laki.

Rambut lurus panjangmu saat itu dikuncir lima, karena peraturan konyol orientasi sekolah kita yang mengharuskan siswi baru untuk mengikat rambutnya dengan jumlah ikatan yang disesuaikan dengan tanggal lahir. Untuk yang tanggal lahirnya 5 atau lebih, maka jumlah kuncirannya harus lima.

Kulit putih khas wanita Manado-mu terbalut seragam putih abu-abu yang masih baru dan terlalu longgar. Bibir merahmu kau gigiti, tanda kau sedang gugup menghadapi nasibmu sebagai siswi baru yang bisa dikerjai kapan saja. Jari-jari tanganmu yang lentik memainkan kartu tanda pengenal berwarna merah yang tergantung dengan pita berwarna sama di depan dadamu.

Dari situ baru kusadari, aku dan kau satu kelompok: Kelompok Merah. Kuyakinkan diri mendekatimu. Warna kartu pengenal di dada kita adalah topik perdana percakapan waktu itu. "Shirleyna Gerungan", nama yang tertulis di kertas karton ukuran 7x7 cm di dadamu.

Air mukamu yang semula pucat seketika berseri-seri karena kau mendapat kawan sekelompok. Senyum manis luar biasa yang kemudian menampilkan deretan gigi putih dengan taring gingsul serta keramahanmu, makin meyakinkanku bahwa teman baruku ini bakal menjadi idola.

 

In the rainy night...

Kau tak seperti cewek-cewek cantik populer SMA yang biasa digambarkan congkak, ketus, genit, atau ikut ekstrakurikuler pemandu sorak. Sifatmu malah sebaliknya. Kau pemalu dan pendiam tapi menyenangkan jika sudah diajak mengobrol. Kau pendengar yang baik.

Kecantikan yang terkadang membuat seorang perempuan mempunyai banyak musuh karena banyak yang iri, tak berlaku bagimu. Aku dan teman-teman perempuan lainnya justru ingin mempunyai sahabat seperti kau.

ilustrasi
Jujur saja, terkadang menyebalkan rasanya saat cowok-cowok itu mendekatiku hanya untuk menanyakanmu. Mereka tahu aku sahabatmu, dan mereka ingin kucomblangkan dengan dirimu.

Tapi kekesalan itu tak ada apa-apanya dibanding bangga dan bahagiaku memiliki sahabat sepertimu. Pada dasarnya kau orang yang periang, tetapi kau wujudkan dalam tingkah laku yang kalem dan keibuan.

***

Pernah suatu hari aku bertengkar dengan mamaku perkara aku yang pulang terlalu larut karena menonton konser grup musik kesukaanku, sementara mama, yang jarang di rumah, menghakimiku habis-habisan. Masalah itu membuatku memutuskan untuk minggat dari rumah.

Malam dan hujan membuatku kalut. Aku tak punya tujuan lain selain ke rumahmu. Kau sendiri yang membukakan pintu waktu itu, dan tanpa berkata apa pun, langsung memelukku yang basah dan kedinginan. Kau ikut menangis karena aku menangis.

Di kamarmu yang merah jambu dan hangat, kutumpahkan segala isi hatiku tentang mamaku. Mamaku yang sibuk dan tak pernah di rumah sejak bercerai dengan papaku. Mamaku yang tak pernah ada di saat aku butuh, yang tak pernah hadir saat aku di titik nadir dan membutuhkan kasih sayang ibu, hanya bisa melihat kesalahanku dan memarahiku.

Kau, mendengarkan dengan penuh perhatian. Menasihati tanpa menggurui. Menghiburku sekaligus menyadarkanku kalau apa yang mamaku lakukan adalah demi aku. Ilin, panggilanmu, beruntungnya aku punya sahabat sepertimu.

Baca juga: Perpustakaan Langka di Pekalongan

 

Hey, Ms. Stubborn!

Nama Shirleyna Gerungan dipanggil sebagai perwakilan sekolah untuk menjadi anggota pasukan pengibar bendera di pendapa kota. Akan tetapi, daripada senang, kau lebih tampak gelisah. Ini kan kesempatan langka, bodoh sekali jika kau menyia-nyiakannya, wanti-wantiku padamu waktu itu.

Kau mengatakan akan mengusulkanku untuk menggantikanmu pada kepala sekolah bagian kesiswaan yang telah memilihmu sebagai perwakilan. Kau meledekku kurasa. Badanku yang pendek dan sedikit gempal ini tak akan cocok melangkah tegap dalam barisan Paskibra.

Alasanmu menolak kesempatan itu sangat sepele: kau tak sanggup memotong rambut panjangmu. Bukan rahasia lagi seorang anggota Paskibra wanita akan dipapras ramburnya menjadi sebahu.

Kukatakan padamu bahwa rambut bisa tumbuh lagi. Tak ada yang salah dengan Shirleyna yang nanti berambut pendek sebahu. Kau tetap akan cantik, dan bahkan lebih cantik dengan baki bendera duplikat pusaka yang kau bawa jika kau menjadi Paskibra. Selain itu, sekolah swasta Kristen macam sekolah kita ini sangat jarang punya perwakilan Paskibra, dan kau bisa membuat bangga sekolah.

Baca Juga: Jangan Main Hati!

 

Silly Beauty...

Kau meneleponku, memintaku untuk menjemputmu di kantor walikota. Ternyata kau benar-benar mengundurkan diri sebagai perwakilan sekolah dan memutuskan untuk pulang siang itu. Dasar bodoh, batinku sambil menyiapkan motorku.

Belum lagi aku mengomel atas keputusan bodohmu setiba di kantor walikota, ternyata kau sedang berjuang melawan godaan kakak-kakak pelatih Paskibra yang meminta nomor ponselmu.

Hah! Belum-belum kau sudah menggaet pengagum saja. Dasar si bodoh yang cantik! Atau, si cantik yang bodoh?

Sudah tahu sedang digoda lelaki, seharusnya kau minta jemput si Ricky saja, sepupumu, (kau tak pernah mau punya pacar, meski sudah tak terhitung lelaki yang "menembakmu". Jahatnya kau! Aku saja sulit mendapatkan seseorang), setidaknya agar cowok-cowok itu mundur melihatmu dijemput cowok tampan. Eh, kau malah minta kujemput. Tapi dalam hati aku tersenyum sendiri membayangkan betapa kecewanya cowok-cowok itu atas kemunduranmu dari Paskibra.

Meski terkesan bodoh karena melewatkan kesempatan emas, kau memang teguh pada pendirianmu, untuk tidak memotong rambutmu sesuai pesan almarhum nenekmu dan konsisten untuk tidak mau berboncengan dengan laki-laki yang bukan saudaramu jika tak terpaksa.

Baca juga: Es krim Matcha Di Matcha Kafe

 

The Most Precious One Is Called: Time...

Shirleyna Gerungan kini adalah Nyonya Jonathan Kusuma. Ko Nathan, begitu aku memanggil suamimu, adalah salah satu pria paling beruntung di dunia karena berhasil mendapatkan istri sepertimu. Kalian sangat serasi. Ko Nathan adalah pria ganteng yang bertanggung jawab, bersikap dewasa, dan sangat setia padamu.

Sudah dua tahun kau menikah, namun masih belum dikaruniai anak. Untuk ini, kau tampak kurang sabar. Kau terus mengeluhkan dirimu yang gagal memenuhi target (yang kau pasang sendiri) untuk segera hamil begitu menikah.

Ah ya, kebiasaanmu adalah selalu memasang target untukmu sendiri. Usia lulus kuliah dan usia menikah telah kau capai sesuai targetmu. Tapi, untuk memiliki anak, kukatakan padamu bahwa manusia tidak banyak daya untuk itu.

shirleyna

Anak adalah rejeki dari Tuhan, dan jika kau belum diberi maka kau harus bersabar. Jangan egois, toh suamimu juga tak mendesakmu. Nikmati saja waktu kalian berdua, anggap saja pacaran, kau tak pernah pacaran bukan, kataku selagi kita makan siang berdua di sebuah cafe waktu itu.

***

Beberapa bulan kemudian, kau meneleponku dengan gembira. Kau mengabarkan bahwa kau positif mengandung buah hatimu dengan Ko Nathan. Kehamilanmu bahkan baru kau sadari setelah memasuki bulan ketiga. Aku terharu, sama sepertimu.

 

A Deja-Vu-ing Smile...

Shirleyna Gerungan, nama yang pertama kali kulihat di karton merah persegi tanda pengenal siswa baru, tak kusangka kini kulihat lagi, namun terpatri di batu nisan hitam ini. Ilin, umurmu ternyata tak sepanjang rambutmu.

Kau meninggal dalam perjuanganmu mengandung anak yang kau nanti-nantikan. Anak yang kau targetkan untuk kau lahirkan sebelum usia tiga puluh, karena ternyata usiamu memang tak sampai tiga puluh.

Saat kandunganmu memasuki usia tujuh bulan, kau mengalami perdarahan hebat yang membuat dokter harus memilih menyelamatkanmu atau anakmu. Mengingat sikap keras kepalamu aku yakin, kaulah yang meminta dokter untuk mendahulukan bayimu.

Sekarang, lihatlah hasil kekeras-kepalaanmu, Ilin! Anak perempuanmu lahir prematur tanpa ibu. Suamimu kelimpungan mencarikan relawan ibu susu untuk menyusui putri kecil kalian yang membutuhkan ASI dari wanita yang juga harus pernah melahirkan prematur.

mata_tertutup
Betapapun aku menyuruhmu melihat, kau tak perlu melihat kepedihan ini karena kau telah pergi. Setelah perjuanganmu mempertahankan target terakhir dalam hidupmu, yang akhirnya hanya menjadi warisanmu yang paling berharga untuk Ko Nathan. Bayi yang sangat kau damba, tapi ditakdirkan Tuhan untuk tak pernah kau timang.

Shirleyna, sahabatku yang cantik, terbujur kaku di peti mati dengan senyum menghias wajahnya. Senyum manis di wajah pucat, sama seperti yang pertama kulihat di gerbang sekolah dulu.

Innocent

Baca juga: Wisata Buang Cinta


Tag :


Nadia Sabila

Nadia Sabila adalah seorang jurnalis yang menggandrungi travelling dan makanan pedas.

Profil Selengkapnya >>

Cerpen Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Mengasah Rasa Lewat Kehidupan dan Gelombang Ujian


Dimas-Lissa: Pudarkan Kapitalisasi Pendidikan Lewat Sekolah Gratis Ngelmu Pring


Tango - Surealisme Hubungan Wanita-Pria dan Diri


Siti - Perempuan dan Dalamnya Hati


5 Lagu Indonesia Tahun 90-an Mengesankan Versi Artebia


Bubur Turki Kayseri: Bubur Ayam Versi Spicey


Coffee Bean & Tea Leaf Surabaya Town Square


Gedung De Javasche Bank Surabaya - Saksi Sejarah Panjang Perbankan Indonesia


The Backstage Surabaya (Bagian 2) : Mindset Seorang Founder StartUp


Sebuah Wajah, Sebuah Rasa (Bagian Lima)


Interaksi di Galaksi


Halusinasi