Pameran Lukisan "Legenda Cinta Nusantara"

22 Feb 2015    View : 7078    By : Niratisaya


 

Seminggu sebelum hari Valentine (07/02), saya dan salah satu Tim Artebia lainnya, Amidah Budi, mengunjungi pameran lukisan yang diadakan oleh lingkaran pelukis bernama "Brush 7+". Pameran tersebut bertempat di Galeri Seni yang berada di House of Sampoerna. Sudah cukup lama saya ingin mengunjungi pameran seni semacam ini, tetapi karena kebanyakan kenalan saya tidak terlalu menyukai hal-hal berbau seni—kecuali pameran gadget—saya selalu gagal mewujudkan keinginan yang satu ini.

Paling pol, saya mengunjungi pameran kerajinan atau seminar yang terjangkau kendaraan umum. Nah, memanfaatkan kegemaran kami yang sama, Amidah dan saya pergi ke House of Sampoerna. Semula Tim Artebia berencana akan pergi bertiga, tapi pada hari itu rekan saya Nadia Sabila mendapat tugas untuk meliput keindahan surga bernama Gili Labak yang nyempil di sudut Pulau Madura.

beberapa lukisan di pameran lukisan house of sampoerna
Ada 25 lukisan bertema cinta ala legenda Indonesia yang dipamerkan di Galeri Seni House of Sampoerna. Ada lukisan legenda percintaan Rama-Sinta, Arjuna, Putri Duyung, hingga Rara Jongrang. Beberapa legenda mengalami dekonstruksi ketika kisahnya dibalur oleh pelukis dengan modernitas kehidupan masa kini. Salah satunya adalah kisah "Roro Jonggrang" yang digantikan oleh sosok perempuan modern yang larut dalam obsesinya pada materi.

 

Lukisan Favorit Tim Artebia

Di antara 25 lukisan yang dipamerkan oleh kelompok Brush 7+, Tim Artebia memiliki tiga terfavorit:

1.  "Eternal Love" (The Legend of Rara Mendut)

Yang istimewa dari lukisan ini adalah esensi cerita Rara Mendut yang diterjemahkan oleh sang pelukis, Syis Paindow, ke dalam lukisannya. Paindow fokus pada permainan warna. Ia memilih perpaduan warna emas dan putih yang tidak terlalu ramai untuk mendominasi kanvas. Namun, lelaki kelahiran Majene, Sulawesi Selatan ini juga menggunakan warna mencolok (merah) untuk dua poin penting dalam lukisan, yakni mawar dan bibir Rara Mendut. Dua hal yang saya rasa cukup esensial dalam cerita Rara Mendut.

lukisan rara mendut

 

Permainan warna ala Paindow itu juga berhasil menampilkan citra elegan dari lukisan Eternal Love. Seelegan kisah dan sosok Rara Mendut itu sendiri. Inilah sebabnya lukisan ini menjadi favorit Tim Artebia saat kami mengunjungi pameran ini.
Diceritakan Rara Mendut adalah anak seorang anak nelayan di Teluk Cikal, pesisir pantai Kadipaten Pati (sekarang Kabupaten Pati), Jawa Tengah. Berbeda dengan sosok wanita dalam legenda Indonesia lainnya, sosok Rara Mendut memiliki warna erotis sekaligus individualis dalam kisahnya. Ia dikisahkan sebagai sosok wanita penjual rokok lintingan dengan lem dari jilatan lidahnya. Hal ini menggambarkan bagaimana pesona dan daya tarik wanita sudah menjadi salah satu alat jual di abad 17.
Sosok Rara Mendut yang mengoptimalkan daya tarik femininnya sebagai wanita dikatakan sebagai salah satu bentuk emansipasi, serta simbol kekuatan daerah pesisir yang menjadi daerah taklukan Kerajaan Mataram. Namun, bak kisah Romeo and Juliet karya Shakespear, legenda Rara Mendut begitu indah sekaligus sendu karena akhir kisahnya.



2. “Looking for Love” (The Legend of Arjuna)

Sekali lagi Paindow menarik perhatian saya. Berbeda dengan lukisan Eternal Love, yang selain menggunakan permainan warna juga bermain di tekstur pada pola-pola di lukisan, Looking for Love menonjolkan kehalusan dan realitas objek lukis. Saking halusnya, alih-alih tampak seperti sebuah lukisan, Looking for Love cenderung tampil selayaknya sebuah potret punggung lelaki.

Saya merasa kehalusan lukisan Paindow yang satu ini merupakan simbol karakter tokoh yang jadi objek lukisan Looking for Love: Arjuna.

legenda nusantara : arjuna mencari cinta

Meski dikisahkan sebagai prototipe ksatria dengan kesaktian yang mandraguna, Arjuna juga diceritakan memiliki sifat halus layaknya seorang wanita. Hanya saja, pada punggung kiri atas Arjuna tato lambang majalah Playboy, yang membuat Arjuna identik dengan sosok Casanova.

Kedua lukisan Paindow yang menjadi favorit Tim Artebia menggunakan media kanvas dan cat minyak. Sebenarnya ada satu lukisan lain karya Paindow yang membuat saya penasaran. Lukisan tersebut berjudul "The First Sight" yang menceritakan legenda Jaka Tarub. Namun, telusur punya telusur, lukisan Paindow yang dibandrol 10 juta rupiah itu tak bisa kami temukan. Kemungkinan besar si pembeli langsung memboyong lukisan tersebut ke rumahnya.

 

3. Cinta Terlarang Sangkuriang

Lukisan berikutnya yang menjadi favorit Tim Artebia adalah lukisan karya Arifin Yasonas yang mengangkat kisah Sangkuriang. Bila Paindow fokus pada kelembutan yang tajam, Yasonas pada lukisan Cinta Terlarang Sangkuriang memilih warna yang kontradiktif: hitam dan jingga khas langit fajar. Meski media yang digunakan oleh Yasonas adalah acrylic, tapi kehalusan lukisan Yasonas ini sama seperti lukisan Paindow yang menggunakan cat minyak.

Perpaduan warna hitam dan jingga pada lukisan hari kala fajar, sekaligus lekuk gores kuas Yasonas  membuat fajar buatan lelaki Jakarta ini terlihat nyata—senyata fajar yang saya lihat langsung tiap hari.

lukisan sangkuriang

Simbolisasi lain dalam lukisan ini adalah sosok Dayang Sumbi yang terlihat bak foto pas bidikan fotografer—hidup dan cantik bak bidadari. Selain itu, gagasan bahwa fajar itu sendiri adalah kelambu yang memisahkan Sangkuriang dengan wanita yang cintanya, yang juga adalah ibunya—Dayang Sumbi. Pas sekali dengan dongen rakyat yang saya kenal sejak kecil.

Sayangnya. Sosok Sangkuriang hasil rekaan Yasonas berkebalikan dengan sosok Dayang Sumbi. Ketimbang tampil sedetail dan sehidup Dayang Sumbi, sosok Sangkuriang tampak "mentah". Selain itu, kaki Sangkuriang yang menendang perahu buatannya terlihat aneh. Namun, bisa jadi sosok Sangkuriang yang mentah itu disengaja. Salah satu cara Yasonas menggambarkan emosi Sangkuriang dan karakter lelaki itu.

Ada banyak lukisan lain dengan kisah-kisah cinta yang diambil dari legenda ala Indonesia. Mulai dari Semar hingga Putri Duyung ala legenda dari Sulawesi Tengah yang amat berbeda dari kisah Ariel, si Putri Duyung ala Disney.

ragam lukisan dalam pameran ragam legenda nusantara
Demikian pula dengan media yang digunakan para pelukis. Ada pelukis yang menggunakan cat minyak, acrylic, bolpen, hingga mix-media. Untuk media terakhir, saya curiga pelukis menggunakan mesin printer juga. Karena hasil lukisan amat nyata, walau saya cukup bingung dibuatnya karena aliran pilihan si pelukis.

 

Legenda Cinta dan Patah Hati Tim Artebia

Pameran lukisan terakhir yang saya kunjungi, sebelum Pameran Lukisan Legenda Cinta Nusantara, adalah pameran lukisan karya teman-teman kuliah saya. Saat itu saya cukup dibuat tertegun dan merasa kagum karena berbagai kreasi imajinasi para pelukis muda. Kini, saya diingatkan kembali antusiasme saya kala itu saat mengamati tiap lukisan yang dipamerkan Kelompok Brush 7+.

para pengunjung pameran legenda cinta nusantara
Menghadiri sebuah pameran bagi saya tak ubahnya membaca sebuah karya sastra, yang melatih rasa serta ketajamannya untuk menghadapi tiap gerak gelombang kehidupan.

Sementara itu, untuk pameran lukisan itu sendiri Tim Artebia menyayangkan mengapa si pembeli tidak meminjamkan lukisan tersebut? Membiarkan pengunjung lain turut menikmati keindahan lukisan Paindow. Saya sungguh penasaran bagaimana Paindow akan menggambarkan kisah Jaka Tarub yang mencuri selendang salah satu dari tujuh bidadari. Selebihnya, saya merasa bahagia melihat keindahan lukisan Kelompok Brush 7+.

 

 




Niratisaya

Niratisaya a.k.a Kuntari P. Januwarsi (KP Januwarsi) adalah Co-Founder Artebia yang juga seorang penulis, editor, dan penerjemah.

Profil Selengkapnya >>

Liputan Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Stigma dan Tradisi: Berhenti Belajar! Mari Mulai Berpikir dan Menciptakan


Dimas-Lissa: Pudarkan Kapitalisasi Pendidikan Lewat Sekolah Gratis Ngelmu Pring


Dunia Cecilia - Dialog Surga Dan Bumi


Suckseed (Huay Khan Thep): Tumbuh Bersama Mimpi, Sahabat dan Cinta


Adele's Hello - Apa Kabar Masa Lalu?


Marugame Udon - Delicacy in Simplicity


Coffee Bean & Tea Leaf Surabaya Town Square


Wisata Madiun Bersama Keluarga


The Backstage Surabaya (Bagian 1) : How To Start A StartUp


Sebuah Wajah, Sebuah Rasa (Bagian Enam)


Cita-Cita Dirgantara


Hujan Sepasar Kata