Priceless Moment - Yang Disisakan Waktu Ketika Ia Berlalu

26 Nov 2014    View : 4020    By : Niratisaya


Ditulis oleh  Prisca Primasari
Diterbitkan oleh  GagasMedia
Disunting oleh   Yulliya Febria
Aksara diperiksa oleh   Mita M. Supardi
Sampul didesain oleh   Amanta Nathania
Penataan letak oleh   Landi A. Handwiko
Penyelarasan akhir oleh   Gita Ramayudha
Diterbitkan pada   Agustus 2014
Genre  fiksi, drama, romance, family, slice of life
Jumlah halaman  304
Nomor ISBN   978–979–7807–38–2
Harga   IDR48.000,00
Koleksi   Perpustakaan Pribadi

 

Kisah kita serupa dongeng. Dipertemukan tanpa sengaja, jatuh cinta, lalu bersama, dan akan bahagia selamanya. Tanpa banyak kata, kau tahu aku mencintaimu selamanya. Begitulah yang seharusnya.

Namun, ketika setiap pagi kutemukan diriku tanpa kau di sisiku, aku sadar bahwa dongeng hanyalah cerita bohong belaka. Kau pergi, meninggalkanku dalam sepi, dalam sesal yang semakin menikam.

Hidup tak akan sama lagi tanpamu. Apa yang harus kukatakan ketika mata polos gadis itu memelas, memintaku menceritakan dongeng-dongeng yang berakhir bahagia? Kau belum memberi tahu jawabnya untukku.

Kau tahu, kali ini, akan kulakukan apa pun untuk mempertahankanmu berada di sisiku. Pun sejenak. Namun, lagi-lagi, kau hanya ada dalam memori….

 

Saya masih ingat bagaimana dan apa yang membuat saya jatuh hati pada (apa pun) yang ditulis Prisca Primasari. Hari itu saya tengah mencari sebuah judul novel. Namun, alih-alih menemukan novel yang jadi buruan, saya malah menemukan novel Kastil Es dan Air Mancur yang Berdansa karya Primasari. Saya pun segera tertarik pada novel dengan judul tak biasa dan sampul yang bak sebuah dongeng, kemudian saya membaca halaman pertama novel tersebut.

Satu halaman itu cukup meyakinkan saya bahwa Primasari adalah salah satu penulis yang karyanya tidak hanya layak dibeli, tetapi juga dikoleksi.

Satu halaman itu juga cukup meyakinkan saya untuk membeli Priceless Moment.

 

 

Selipan Kisah dalam Priceless Moment

Cerita dibuka dengan sebuah kematian dan efek sampingnya terhadap Yanuar Adhyaksa, sang tokoh utama dalam cerita.

Dua minggu telah berlalu sejak kematian istrinya, Esther, tetapi Yanuar tetap menolak kenyataan mengenai kematian istrinya. Meski beberapa jam setelah Esther meninggal, Yanuar paham bahwa mulai detik itu ia harus menggantikan peran istrinya dalam menjaga kedua anaknya. Sikap Yanuar ini didorong oleh kematian Esther yang begitu mendadak dan sama sekali tak meninggalkan kesan bahwa wanita itu meninggal. Ia hanya melakukan rutinitas sehari-harinya sebelum ajal menjemputnya dalam wujud laju kencang sebuah mobil, sementara Yanuar berada di kantor.

Sementara di sisi lain, Yanuar juga menyimpan rasa bersalah pada Esther, pada dua buah hati mereka.

Yanuar tak pernah hadir untuk keluarganya. Ia hanya ada di sana sebagai perwakilan imej kata “ayah” dan “suami”, tanpa benar-benar menjalankan perannya. Yanuar tak pernah menyadari hal ini, sampai akhirnya Esther meninggalkannya untuk selama-lamanya. Dan kini, Yanuar tak berdaya untuk mengubah segala yang kadung terjadi. Ia nyaris tak lagi terlibat dalam keluarganya. Apalagi ditambah kehadiran Wira, adiknya, yang memenuhi segala yang dibutuhkan oleh kedua anaknya dari sosok seorang ayah—membuat Yanuar makin tersisih.

Sementara itu, di kantor, Yanuar juga dihadapkan dengan permasalahan yang nyaris serupa dengan situasinya di rumah. Ketika ia cuti, kantor Yanuar, Ebony & Ivory—sebuah perusahaan furnitur—mempekerjakan seorang desainer furnitur baru: Lieselotte. Seorang wanita keturunan Jerman-Indonesia.

Bila Yanuar tak mampu beradaptasi dengan situasinya dengan meninggalnya Esther, Lieselotte, alias Lisel atau Lotte, tak mau beradaptasi dengan situasi kantor yang membuatnya mengkhianati karakter aslinya. Ia berwatak cekatan, keras, jujur, apa adanya, dan cukup individualis—tanpa mau bermanis-manis ria dengan para koleganya di kantor. Semua sifat itu menimbulkan friksi ketika desain baru furnitur Ebony & Ivory dikeluarkan. Desain yang dibuat oleh Lieselotte. Sebagai manajer, Yanuar pun dituntut untuk cekatan menengahi situasi yang terjadi antara para bawahannya. Dimulai dengan Lieselotte.

Yanuar pun memanggil Lieselotte ke ruangannya. Lewat interaksinya sekali-dua kali dengan wanita berkulit putih gading itu, serta desain bedroom set Lieselotte yang terinspirasi puisi Joseph von Eichendorff, Yanuar kembali diingatkan pada masa lalunya di Jerman. Kehidupannya di masa kecil dengan keluarganya. Dengan ayahnya.

Interaksi Yanuar dengan Lieselotte dan bagaimana wanita itu mengingatkannya dengan masa lalunya, membuat Yanuar menata ulang kehidupannya baik secara profesional maupun personal.

Bedroom set(gambar bedroom set diambil dari decobizz.com)

Secara profesional, Yanuar dan para staf Ebony & Ivory dibuat memikirkan ulang cara pemasaran bedroom set rancangan Lieselotte yang lulus blind experiment. Sementara itu, di rumah, Yanuar menata ulang hubungannya dengan dua buah hatinya, Hafsha dan Feru. Ia mulai melakukan segala remeh yang merekatkan kembali hubungannya dengan mereka.

Yanuar mulai belajar cara mendongeng seperti yang biasa dilakukan oleh adiknya (Wira) untuk Hafsha dan Feru, menolak ajakan rapat di akhir pekan, memikirkan keadaan dua buah hatinya ketika terlambat pulang, dan merencanakan liburan bersama. Yanuar perlahan-lahan memperlihatkan pada dua buah hatinya bahwa ia bukan sekadar wakil dari gambaran sosok ayah, tetapi ia benar-benar seorang ayah.

Namun, di sisi lain, Yanuar masih memiliki satu lubang yang tak bisa ia tutup sendirian. Satu lubang yang muncul akibat kepergian Esther, istrinya. Dan karena dihantui rasa bersalah, ia pun tak berniat menutup lubang tersebut.

Akan tetapi orang-orang di sekitar Yanuar dapat merasakan perubahan dalam diri lelaki tersebut. Dan itu bukan hanya mengenai bagaimana ia bersikap pada dua anaknya, tetapi juga bagaimana Yanuar mulai membuka hatinya. Mulai mempersilakan hatinya merasakan apa yang sempat hilang dari kehidupannya. Yang salah satunya melibatkan Lieselotte.

Khususnya yang melibatkan Lieselotte.

Sayangnya, kepingan kenangan di masa lalunya bersama Esther masih memberati hati Yanuar dan membuatnya tak mengacuhkan rasa yang menghampiri dirinya. Bahkan ketika perasaannya bersambut. Bagi Yanuar asalkan ia bisa melihat Lieselotte dan bertemu dengannya itu sudah cukup.

Sayangnya, takdir berkata lain.

Lieselotte memutuskan untuk keluar setelah ia tidak berhasil menjual hasil desainnya. Kemudian, ketika ayahnya, satu-satunya alasan ia berada di Indonesia meninggal dunia, ia memutuskan untuk kembali ke Jerman. Meninggalkan Yanuar yang menyimpan perasaan padanya, dan menanggalkan impiannya bersama Yanuar yang ia anggap takkan pernah bisa menjadi nyata.

Apakah Yanuar dan Lieselotte nantinya akan bertemu?

Dan, yang lebih penting lagi, bisakah mereka bersatu?

Temukan jawabnya di Priceless Moment.

Baca juga: The Wind Leading To Love

 

 

Tokoh-Tokoh Priceless Moment

Dalam Priceless Moment, seperti kebanyakan novel Prisca Primasari lainnya, gadis berzodiak aquarius ini menyertakan banyak tokoh pembantu. Mulai dari keluarga hingga orang di lingkup tempat kerja, semua terkait dengan cerita dan menciptakan dinamika yang tak bisa dikesampingkan begitu saja. Namun, Artebianz, untuk review kali ini saya secara khusus akan membahas dua tokoh utama (Yanuar dan Lieselotte) dan bagaimana hubungan keduanya berkembang dalam ketidakberkembangannya.

 

1. Yanuar Adhyaksa

Mengenai karakter seorang manusia, saya selalu percaya bahwa perkembangannya di masa kecil hingga remaja akan memengaruhi bagaimana ia menjalani kehidupannya ketika remaja. Dan perkembangan karakter dalam sebuah cerita tidaklah jauh berbeda.

Yanuar sendiri terlahir sebagai sulung dari dua bersaudara. Ketika ia berusia 14 tahun kedua orangtuanya memboyong Yanuar dan Wira, yang lebih muda 3 tahun, ke Jerman. Sebuah negara yang terkenal dengan keseriusan dan kedisiplinannya. Ayah Yanuar pun tampaknya terpengaruh oleh reputasi negara yang dulu pernah terbagi menjadi dua bagian ini. Tidak seperti kebanyakan remaja lelaki yang memiliki mainan sebagai penghibur di kala bosan, Yanuar hanya mempunyai buku-buku yang bisa mengalihkan perhatiannya (hal. 22).

Meski tidak protes pada ayahnya, tidak berarti Yanuar tak menginginkan mainan. Setiap kali berkunjung ke rumah sahabatnya, Johann, Yanuar selalu menghabiskan waktunya mengagumi mainan teman sebayanya itu.

Salah satu nasihat ayahnya Yanuar yang diingat oleh lelaki itu adalah agar ia dan adiknya selalu bekerja untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, termasuk mainan, dengan alasan “Manusia begitu rapuh. Tak selalu ada yang bersedia membantumu.” (hal. 23).

Disadari atau tidak, beserta karakteristik anak sulung yang harus bertanggung jawab atas segala sikap dan tindakannya karena ia adalah panutan bagi adiknya, nasihat Ayah Yanuar tersebut membentuk karakter Yanuar sebagai seorang loner. Seorang yang lebih mengandalkan diri sendiri dalam menyelesaikan semuanya. Seperti yang disebutkan oleh atasan Yanuar. Dan hal ini begitu kentara ketika Yanuar kehilangan Esther.

Yanuar yang terbiasa berkutat dengan urusan kantor dan tak pernah mencampuri urusan rumah tangga, yang selalu diurus oleh Esther. Seakan ada kontrak tidak tertulis antara Yanuar dan Esther, bahwa Yanuar bertugas mencari nafkah dan Esther mengurus rumah. Dan masing-masing tak berhak ikut campur.

Selain itu, keputusan Esther meninggalkan segala fasilitas dan pekerjaannya sebagai guru Bahasa Inggris (hal. 209) bisa jadi penyebab lain mengapa Yanuar merasa memang ada kontrak tak tertulis antara dirinya dan Esther. Dan saat Esther meninggal, Yanuar benar-benar menjadi sosok yang dikatakan oleh ayahnya: rapuh.

Untungnya, di sekitar Yanuar ada orang-orang yang siap menolong lelaki ini. Mulai dari Wira sampai anak-anak Yanuar.

Joseph von Eichendorff(Eichendorff, inspirasi Lieselotte yang menyatukannya dengan Yanuar, diambil dari old-stamps.com)


2. Lieselotte

Menurut saya karakter Lieselotte dan Yanuar tidak terlalu beda. Keduanya sama-sama membawa kesan sendu yang “biru” ke dalam cerita. Namun, Lieselotte lebih terkesan bebas dan berani dalam mengekspresikan diri. Jika biasanya seorang pegawai baru akan mencoba untuk beradaptasi lebih dengan suasana kantor, tidak demikian dengan Lieselotte. Dengan terang-terangan ia menyampaikan pendapatnya. Bahkan pada Yanuar, atasannya, yang baru saja ia temui.

“Selamat pagi, Pak. Saya Lieselotte,” ujar wanita itu. “Dan lebih suka dipanggil Lieselotte atau Lotte, daripada Lis.” Matanya menyipit sedikit (hal. 17).

Bagaimana Lieselotte memperkenalkan diri dan menjelaskan seperti apa ia ingin dipanggil memperlihatkan ketegasan dalam dirinya. Selain itu, cara wanita itu memandang Yanuar bisa dibilang cukup berani. Ia tak melihat siapa dan apa pangkat yang disandang lawan bicaranya. Lieselotte dengan mudah mengungkapkan pendapatnya, tanpa repot-repot menyalutinya dengan kata-kata manis atau sikap ramah.

Hal ini mungkin terkait dengan sikap kerja yang diterapkan oleh umumnya orang Jerman, yang diturunkan ibu Lieselotte kepadanya. Umumnya orang Jerman selalu terfokus, tulus, dan tanpa pretensi dalam bekerja. Namun di sisi lain, kekurangan Lieselotte adalah menyangkut perasaan dan emosi. Ia justru tak mampu menyampaikannya dengan baik lewat kata maupun sikap.

Ketidakmampuan Lieselotte ini terlihat ketika ia mulai memiliki perasaan pada Yanuar. Ia dengan rapi  berusaha membungkus emosinya dengan bersikap profesional pada lelaki itu. Satu-satunya orang yang tak bisa dibohongi oleh Lieselotte adalah ayahnya. Pria itu dengan mudah melihat perasaan  anak gadisnya terhadap Yanuar ketika lelaki itu berkunjung ke rumah mereka dengan kedua anaknya.

Melihat ekspresi anaknya, ayah Lieselotte bertanya, apa Lieselotte mengharapkan Yanuar. Lieselotte menjawabnya dengan gelengan kepala sambil menatap lantai. Ia lalu berkata, “Tidak. Lagipula… mungkin saya tidak akan pernah bertemu dengannya lagi.” (hal. 176)

Satu kesamaan lain Lieselotte dengan Yanuar; mereka sama-sama menolak perasaan mereka sebelum berusaha untuk membuktikan apakah perasaan mereka nyata.

Baca juga: Intertwine - Takdir Yang Berjalin

 

 

Bagian per Bagian Priceless Moment

Nyaris sebagian besar, karya Prisca Primasari selalu berbau melankolis dan romansa manis—saya belum membaca Will dan Juliette, jadi saya tidak tahu secara keseluruhan tentang gaya penceritaan Primasari—tetapi selalu ada yang berbeda dari setiap “hidangan” melankolis yang diberikan oleh Primasari. Khususnya Priceless Moment.

Dalam Priceless Moment, Primasari tidak sekadar menyajikan cerita slice of life yang mellow, tetapi ia juga memberikan tokoh dengan latar belakang yang lebih dewasa. Ya, ini memang bukan pertama kalinya Primasari menceritakan tentang kehidupan tokoh yang dewasa. Ia telah memberikan kisah tokoh-tokoh yang sedang mempersiapkan pernikahannya (Éclair dan Kastil Es dan Air Mancur yang Berdansa), lengkap dengan kisah sendu yang melatari kisah utama.

Namun, Priceless Moment adalah cerita pertama yang mengisahkan kehidupan seorang suami sekaligus ayah. And I would say Primasari has succeeded in making me believe that the story is real.

Walau saya juga sedikit dibuat deg-degan saat membalik halaman demi halaman dan menemukan betapa pasifnya dua tokoh utama dalam Priceless Moment. Tetapi diksi dan rangkaian kalimat indah yang ditawarkan Primasari membuat saya terbuai dan menikmati proses membaca saya.

Baca juga: Single Ville - Potret Kehidupan Para Lajang

 

 

Akhir Kata Priceless Moment

Meski tidak seramai karya-karya sebelumnya, Éclair yang menyajikan kehidupan beberapa tokoh dengan beragam kisah kehidupan mereka, atau seperti Kastil Es dan Air Mancur yang Berdansa yang membuat saya kepincut pada sosok Prisca Primasari sebagai penulis, Priceless Moment menjadi bacaan yang cukup menarik dan menghibur.

Mengenai pendapat ayah Yanuar tentang manusia dan betapa rapuhnya mereka, saya yakin bahwa semua itu bergantung pada kepercayaan yang ada dalam diri manusia itu sendiri. Menerima bantuan atau tidak, bila seseorang berpikir bahwa dirinya rapuh, maka ia akan benar-benar menjadi sosok yang rapuh. Dan saya lega, baik Yanuar, maupun Wira, membuktikan bahwa mereka tidak rapuh. Walau terkadang kedua bersaudara itu menemukan diri mereka tidak sekuat yang mereka percaya.

Baca juga: Ilana Tana, Penulis Misterius dan Perkembangan Karyanya

 

 

 

Your book curator,

N

 




Niratisaya

Niratisaya a.k.a Kuntari P. Januwarsi (KP Januwarsi) adalah Co-Founder Artebia yang juga seorang penulis, editor, dan penerjemah.

Profil Selengkapnya >>

Review Buku Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Malaikat Tak Bersayap


Glaze - Galeri Patah Hati, Cinta, dan Tangis


Pulau Menjangan: Candu Pesona Bawah Laut


Stand By Me Doraemon


H.O.S Tjokroaminoto: Priyayi dengan Profesi Teknisi Sekaligus Politisi yang Berjiwa Pendidik


Icip-Icip Seblak Zoss, Lebih Dari Sekadar Joss


Libreria Eatery - Tempat Pas untuk Memberi Makan Perut dan Otak


Balada Sebuah Perut


Kun Anta - Humood Al Khuder: Jadilah Diri Sendiri


Festival Foto Surabaya - Menggugah Kepedulian Melalui Lensa


Lepas (Tak) Bebas


Sebuah Wajah, Sebuah Rasa (Bagian Empat)