Everlasting - Terkadang, Ada yang Tak Bisa Dihapus Waktu

24 May 2015    View : 3104    By : Niratisaya


Ditulis oleh Ayu Gabriel
Diterbitkan oleh Stiletto Book
Disunting oleh Herlina P. Dewi
Desain sampul oleh Teguh Santosa
Desain Layout isi oleh  Deeje
Diterbitkan pada Maret 2014
Genre fiksi, young adult, romance, comedy, drama
Jumlah halaman 323
Nomor ISBN 978-602-7572-25-6
Harga IDR52.000,00
Koleksi Perpustakaan Pribadi


Kayla, 22 tahun, jatuh cinta kepada Aidan. Setiap kali Aidan yang punya bokong seksi itu lewat di depannya, Kayla langsung belingsatan. Namun, Kayla tidak tahu bagaimana caranya menunjukkan perasaannya karena Aidan adalah bos di kantornya—usianya lebih tua 11 tahun. Ia hanya bisa mengamati dari jauh secara diam-diam sambil mencatat semua hal tentang Aidan di sebuah buku rahasia.

Dengan bantuan Saphira, sahabat baiknya, Kayla mulai berusaha mendapatkan cinta Aidan. Kayla pun mengubah dirinya menjadi seperti perempuan impian Aidan—mengubah potongan rambutnya, menato tubuhnya, sampai mengubah selera musiknya.

Ketika Kayla sedang berusaha merebut hati bosnya itu, Dylan, cinta pertama Kayla, tiba-tiba muncul. Kayla sebenarnya sudah lupa siapa Dylan karena dia pernah bersumpah untuk tidak mengingatnya lagi semenjak Dylan dan keluarganya pindah dari Jakarta, 10 tahun lalu. Keinginannya terkabul. Ia tidak ingat sama sekali tentang Dylan atau cinta mereka. Dylan pun memutuskan untuk mendapatkan kembali cinta Kayla yang ia yakini masih bersemayam di hati gadis itu kalau saja ia bisa mengingatnya.



Impresi Awal Saya terhadap Everlasting

Dari awal saya sudah jatuh hati pada sampul Everlasting yang imut. Jadi, dalam hati saya sudah bersumpah akan membeli dan membaca novel karya Ayu Gabriel ini suatu hari! Dan janji hati ini saya laksanakan setahun kemudian. Pada tanggal 3 Mei, akhirnya saya berhasil membaca novel yang sudah saya beli Maret lalu ini.

Selain sampul dan warna yang lumayan eye-catching, saya tidak punya hal lain yang menjadi referensi untuk membaca novel kedua Gabriel ini. Saya belum pernah membaca karya Gabriel sebelumnya. Saya sendiri juga tidak punya pengharapan yang banyak pada blurbs di bagian belakang—karena jujur, begitu kata-kata “bokong seksi” digeber langsung di sampul belakang, saya terkaget-kaget. Stiletto belum pernah menerbitkan novel yang sejujur Everlasting. Atau mungkin saya belum membacanya, ya?

Anyway, here I am; writing a review for you, Artebianz, of an adventure that I never have before. Not in this kind of style. And I hope you enjoy it, as much as I enjoy reading Everlasting.

 

 

Secuplik Kisah Everlasting

Cerita ini dibuka dengan sebuah janji dan penantian dua orang yang kemudian terpisah. Bukan hanya oleh jarak, tapi juga oleh luka dan kesedihan yang tak mampu disembuhkan oleh waktu dan pertemuan-pertemuan keduanya.

Waktu bergulir dan menghadirkan sosok Kayla, seorang gadis berusia 22 tahun yang bekerja di sebuah perusahaan. Seperti kebanyakan gadis seusianya, Kayla berusaha mengejar kebahagiaannya yang diyakininya tak jauh dari sesuatu yang membuat hari-harinya cerah dan mengundang senyum semringah di bibirnya. Dan salah satu hal itu adalah mengamati sosok Aidan, atasannya.

Kayla menggambarkan Aidan sebagai sosok laki-laki yang sempurna: serius, bertanggung jawab, dan memiliki kehidupan yang mapan.

Tapi, entah kenapa, Kayla yang biasa ceplas-ceplos justru mencelus dan nggak bisa mengekspresikan karakternya yang satu itu di hadapan Aidan. Walau begitu, bukan berarti Kayla menyerah. Apalagi dia mendapat tantangan dari sahabatnya, Pira, untuk mendapatkan Aidan. Belum lagi kehadiran Jessica yang juga mengincar Aidan.

Di tengah-tengah usaha Kayla mendekati Aidan, muncul Dylan, anak teman dekat orangtua Kayla—yang konon sangat dekat, tapi entah kenapa Kayla justru sama sekali tidak mengenal Dylan atau keluarganya. Meski interaksi keluarga Kayla dan Dylan memperlihatkan hubungan erat mereka.

Siapa sebenarnya Dylan ini?

Apa benar Kayla tidak mengingat Dylan?

Atau kedua orangtua mereka punya agenda tersembunyi pada anak-anaknya?

Baca juga: Khokkiri Layaknya Dark Chocolate yang Menawarkan Kisah Manis Sekaligus Gelap dan Pahit

 

 

Bagian Per Bagian Everlasting

Gaya Penceritaan, Plot, dan Twist Everlasting

Meski ini baru pertama kali saya berkenalan dengan Gabriel, saya bisa mengatakan kalau saya cukup menyukainya. I love how Gabriel depicted Kayla’s interaction with Dylan, yang terasa mengalir dan natural. Satu hal yang mutlak ada di setiap cerita. Apa pun bentuk interaksi Kayla dan Dylan, baik sewaktu mereka bertengkar atau saling menggoda, saya selalu menyukainya. Apalagi saat mereka mulai menjalin hubungan tanpa seorang pun menyatakan rasa cintanya. Hal ini tentu saja membuat Kayla bertanya-tanya tentang hubungannya dengan Dylan.


“Apa hubungan kita ini akan berhasil? Maksudku, kita kan beda dengan pasangan-pasangan lain? Mereka memulai dengan jatuh cinta, tapi kita dengan patah hati.” (hal 283)

Ke-mellow-an dan “kewarasan” Kayla tampak di sini, setelah sebelumnya dia dengan gilanya mengejar Aidan. Dan ide pasangan yang memulai sebuah hubungan dengan patah hati langsung membuat kadar cinta saya pada tokoh Kayla dan Dylan naik beberapa level lagi. Kutipan itu juga memperlihat betapa vulnerable-nya Kayla di hadapan Dylan.

Lovers in the Louvre
(diambil dari toddweinstein.com)

Sayangnya, berkebalikan dengan apiknya Gabriel mengelola pengembangan interaksi antara Kayla dan Dylan, pengembangan ide “everlasting” dalam novel ini kurang tergarap dengan baik. Ide ingatan Kayla terhadap Dylan dan keluarganya tidak sekuat bagaimana Dylan dan Kayla membangun hubungan mereka. Sampai sekarang saya kesulitan menerima logika seseorang bisa melupakan kenangan yang menyedihkan. Menyakitkan dan membuat trauma mungkin, tapi kenangan sedih… hmm…. 

Saya malah sempat mengira cerita Gabriel akan berkembang menjadi cerita klise ala sinetron. Apalagi melihat, well… membaca sebenarnya, kedekatan orangtua Dylan dengan Kayla yang sudah seperti orangtua-anak.

Untunglah, Gabriel tidak menawarkan cerita macam ini.

 

Para Tokoh Everlasting

1. Kayla

Diceritakan sebagai seorang cewek berusia 22 tahun dan bekerja sebagai salah seorang karyawan junior dan punya satu agenda tersembunyi setiap kali ngantor: mengamati gerak-gerik atasannya dan (ehem) bokong seksinya. Saya mau nggak mau terus teringat satu hal ini, selain disebutkan pertama kali di blurbs, juga secara spesifik dibahas oleh Kayla sebagai salah satu hal yang membuatnya tersenyum dan merasa bahagia.

Saya juga merasa daftar yang dibuat Kayla, ada 19 omong-omong—termasuk satu poin penting tentang Aidan, dibuat khusus untuk menyampaikan satu obsesi Kayla ini. Yes, I’m counting Kayla’s list, Artebianz.

Di luar obsesi Kayla pada Aidan, saya merasa hubungan Kayla dengan orang-orang di sekitarnya, khususnya Pira sang sahabat, cukup menarik. Lewat interaksinya dengan Pira memberikan Kayla gambaran baik, bagaimana seseorang bisa tampil sebagai sosok yang bijak sekaligus bodoh saat menghadapi cinta.

 

“Dia nggak perlu harus selalu ngikuin gue. Selama ini kan dia nggak ada perlawanan sama sekali,” ia [Pira] mendengus sebal.

“Loh, dia kan emang suka film action. Terus, emangnya kalau dia pengin nonton film horor lo bakalan mau gitu?”

“Gue kan nggak suka film horor.”

Tok-tok-tok. Aku mengetuk kepalaku dengan jari telunjuk seperti gaya Obelix yang kocak kalau lagi nggak mudeng. Sekarang aku merasa sedikit bersimpati kepada kaum laki-laki. (hal 21)


Percakapan Kayla dengan Pira adalah salah satu hal yang acapkali muncul di novel-novel romance yang saya baca: seorang wanita menghadapi masalah komunikasi dengan pasangannya, tapi alih-alih menjelaskan apa yang dia inginkan, si wanita justru menghabiskan waktu dengan diam dan membatin supaya pasangannya mengerti. Seperti yang terjadi pada Pira dan pasangannya, yang dinilai Pira kurang berjiwa “pemimpin” saat bersamanya.

Man and Woman(diambil dari straightlove.com)

Namun, Kayla mampu menemukan apa sebenarnya yang menjadi masalah Pira dan hubungannya dengan si kekasih. Yang ternyata bukanlah yang dikeluhkan oleh Pira.

Sayangnya, hal ini tidak terjadi pada Kayla saat dia sendiri berada di posisi yang sama seperti Pira. Seperti apa situasi itu? Saya tidak akan bercerita di sini karena akan merusak keseruan kamu sewaktu membaca novel ini langsung.

Hal lain tentang Kayla adalah bagaimana dia begitu polos sekaligus kocak, jauh dari gambaran Pira yang mengatakan kalau Kayla adalah cewek yang berani. Mungkin nekat lebih tepat. Misalnya saja sewaktu dia membuntuti Dylan di halaman 310-311. Yang menjadi salah satu sumber kekonyolan dalam novel terbitan Stiletto Book ini.

Tapi ada satu catatan saya sewaktu membaca Everlasting dan kekonyolan Kayla: kontrol Penulis terhadap sejauh mana kekonyolan Kayla ini berlangsung kurang. Beberapa kali Kayla menyanggah kecurigaan Dylan terhadap satu hal yang jelas-jelas kebenarannya, dengan alasan yang sama sekali nggak masuk akal. Mungkin, kenyataan ingatan Kayla terhadap Dylan bisa dijadikan yang menjadi alasan. Tapi… seharusnya alasan atau sanggahan Kayla bisa lebih baik, sehingga ucapan Kayla yang ditujukan untuk mengundang tawa pembaca nggak berakhir dengan garing.

Baca juga: Kala Kali: Hanya Waktu yang Tak Pernah Terlambat
 

2. Dylan

Ganteng dengan penampilan yang awet muda meski berusia empat tahun lebih tua ketimbang Kayla, membuat Dylan digandrungi kaum hawa yang melihatnya. Termasuk teman-teman sekantor Kayla saat Dylan main ke gedung tempat kantor Kayla berada (hal. 82-83).

Dari apa yang saya baca, saya menangkap Dylan sebagai cowok ramah, blakblakan seperti Kayla, dan to the point—walau bisa mengundang salah paham karena dibarengi dengan senyum atau tawa.

 

“Kenapa Dylan? Elo tertarik untuk ngedaftar? Kebetulan, dia [Kayla] lagi jomblo tuh.”

….

“Sangat tertarik,” jawab Dylan. Aku menoleh begitu cepatnya sehingga hampir membuat leherku terkilir dan mendapati ia sedang tersenyum lebar.

“Pendaftaran udah ditutup!” ujarku ketus. (hal. 91)

 

Kayla mungkin nggak akan menjawab ucapan Dylan dengan ketus, seandainya Dylan—yang dikenal Kayla sebgai cowok yang suka bercanda—nggak tersenyum lebar. Dan otomatis menghapus berbagai perasaan aneh yang dirasakan Kayla tiap kali dia melihat Dylan.

Mengenai Dylan, ada satu hal yang membuat saya bertanya-tanya: bagaimana seorang laki-laki Indonesia, yang kedua orangtuanya orang Indonesia, memiliki sepasang mata berwarna abu-abu (hal. 51). Dan menilai dari nama Dylan yang jauh berbeda kiblat dan rasa dari kakaknya, yang dinamai Reza, saya menganggap Dylan adalah blasteran.
 

3. Aidan

Alias poin ultimate di daftar hal-hal yang membuat Kayla bahagia. Aidan adalah impian Kayla sekaligus gambaran ideal seorang cowok mapan. Dari segi umur, Aidan memang terbilang mapan—baik dari segi usia maupun pekerjaan. Tapi tentu saja, keadaan Aidan ini membuat pria ini jadi incaran banyak cewek, terutama di kantornya.

Atau seharusnya begitu.

Karena pada kenyataannya saya mendapati penggemar Aidan hanya Kayla, Jessica—senior Kayla, seorang tokoh yang muncul sekali dan tak pernah lagi dibahas, dan Emi—tunangan Aidan. Selebihnya saya nggak menemukan tokoh-tokoh lain yang mengincar Aidan seperti Kayla. Atau Jessica. Tapi saya menduga dua hal di sini: 1) bisa jadi ini karena Penulis saking serunya menceritakan obsesi Kayla dan persaingannya dengan Jessica, belum lagi ada Dylan yang menawan; 2) atau… menurut timeline cerita masa itu sudah lewat plus sifat Jessica yang obsesif banget sama Aidan yang jadi cowok idamannya.

 

Kutipan Asyik dari Everlasting

Yang paling pertama tentu saya suka bagian ini:

“Apa hubungan kita ini akan berhasil? Maksudku, kita kan beda dengan pasangan-pasangan lain? Mereka memulai dengan jatuh cinta, tapi kita dengan patah hati.” (hal 283)

Call me softie, Artebianz. But this quote deserve to get this expression:


"D'aaawww...."

Kutipan kedua yang saya sukai dari Everlasting:

“Elo kan juga punya bargaining power…. Jadi kenapa lo yang harus menyesuaikan diri sama keinginan dia? Elo kan juga punya keinginan sendiri.” (hal. 155)

Sederhana memang, tapi terkadang kita perlu diingatkan tentang hak kita saat sedang jatuh cinta.

 

 

Akhir Kata Untuk Everlasting

Sebagai novel romance, saya pribadi merasa Everlasting cukup menghibur dan membuat jantung ikut berdebar atau mencelus saat membaca kisah tokoh utamanya. Meski banyak yang mengatakan tidak ada yang baru dalam rangkaian cerita yang ditawarkan Everlasting. Saya tidak mempermasalahkan hal ini, senyampang Penulis membuat saya larut saat membaca karyanya.

Mengenai typo, saya masih menjumpai beberapa. Khususnya nama salah seorang teman wanita Dylan. 

Will I read another Gabriel's other works in the near future? Dengan mantap saya mengatakan "ya". Ada hal-hal khusus dalam gaya penceritaan mengalir Gabriel yang membuat saya yakin ke depannya dia mampu akan menyajikan cerita yang lebih menggigit, kocak, sekaligus romantis dari Everlasting.

Baca juga: Tango - Surealisme Hubungan Wanita-Pria dan Diri



 

Your book curator,

N

 




Niratisaya

Niratisaya a.k.a Kuntari P. Januwarsi (KP Januwarsi) adalah Co-Founder Artebia yang juga seorang penulis, editor, dan penerjemah.

Profil Selengkapnya >>

Review Buku Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Stigma dan Tradisi: Perempuan, Terlahir Sebagai Penghuni Neraka


Prisca Primasari - Menulis Adalah Memberi Kado Pada Diri Sendiri


Simple Thinking About Blood Type 3


Stand By Me Doraemon


Blinded by Love - Karena Cinta Sungguh Membutakan


Jeju Ice Cream: Es Krim Unik Rendah Lemak


Milk Kingdom - Humble Place to Cast Away Your Boredom


Pantai Sedahan: Sebuah Keindahan Tersembunyi


POPCON Asia Surabaya: City of Superheroes


Sebuah Wajah, Sebuah Rasa (Bagian Empat)


Cheongsam Bunga Teratai Mei Lien


Pupus, Hanyut, Lepas