Tentang Gaya Penceritaan Orizuka - Dari Manisnya Cinta Sang Pangeran Hingga Pahitnya Skripsi (I)

02 Oct 2014    View : 9326    By : Niratisaya


Seperti yang saya ulas di artikel sebelumnya tentang figur seorang Orizuka, perkenalan saya dengan penulis muda ini terjadi lewat sebuah novel berjudul Summer Breeze di tahun 2006. Yang kemudian berlanjut dengan novel Me and My Prince Charming.

Tidak berurutan memang karena novel Me and My Prince Charming terbit lebih dulu ketimbang Summer Breeze. Namun saya masih bisa mengatakan kalau saya cukup beruntung. Meski tidak menikmati momen-momen perkembangan tulisan Orizuka secara urut, atau bisa membaca semuanya sekaligus, saya masih bisa relate dengan bagaimana penulis kelahiran September ini berkembang.

Dari seorang penulis muda yang mengawali kisahnya dengan percintaan manis ala Cinderella, yang kemudian berkembang menjadi potongan-potongan kisah kehidupan. Lengkap dengan tawa, tangis, serta kisah yang hangat. Tetapi apa pun kisah yang dihadirkan Orizuka lewat uraian kata demi kata yang dipilih dan disusunnya bagi para pembaca, akan selalu ada yang khas dalam gaya bercerita Orizuka.

Sejak 2005 hingga kini sudah ada sekitar 22 novel yang telah ditulis Orizuka, dan sepertinya ke depannya masih akan ada beberapa lagi karya-karya Orizuka lainnya. Oleh karena itu, di artikel ini saya tidak akan membahas semua novel Orizuka—anyhow Artebianz, saya ragu apakah Anda akan tahan dengan segala celotehan saya tentang perkembangan gaya menulis gadis Virgo ini dari zaman Me and My Prince Charming sampai The Chronicle of Audy: 21.

Selain juga karena koleksi novel Orizuka saya tidak lengkap, hehehe….

Karena itu, di artikel ini saya hanya akan membahas novel-novel Orizuka yang menunjukkan perjalanannya sebagai penulis dan beberapa momen signifikan perkembangan gaya menulis Orizuka, menurut pandangan saya. Thus, I will divide Orizuka’s works according to the stages of her style in writing.

Beberapa dari Anda mungkin tidak sependapat dengan saya. Tidak masalah. Artikel ini hanya wujud pendapat dan pengamatan saya terhadap karya beberapa penulis. Seperti bagaimana saya memandang perkembangan tulisan Ilana Tan—yang mungkin akan saya revisi, due to the lack of data. Saya tidak mengikutsertakan Sunshine Becomes You di sana.

Now, shall we begins the adventure to the wonder of Orizuka Land? Smile

Orizuka

Catatan: Mind you, Artebianz dan readerizuka, di sini saya tidak membaca edisi republished dua novel Orizuka (Me and My Prince Charming, Miss J, dan Duh… Susahnya Jatuh Cinta! A.k.a Meet the Sennas), jadi review saya atas perkembangan karya Orizuka akan benar-benar berdasarkan novel-novel yang diterbitkan pertama kali.

Baca juga: Cinderella Teeth - Kisah Cinderella dan Para Peri Gigi Modern

 

 

Those “Oh So Sweet School-Love Story Memories”

Saya membagi gaya tahapan gaya penulisan Orizuka sesuai dengan latar yang sering digunakannya sebagai cerita serta tokoh-tokoh yang ada di sana. Izinkan saya memulainya dari Me and My Prince Charming. Novel ini bercerita tentang kehidupan Cherry Danisa, gadis SMA biasa yang tak memiliki penampilan menonjol kecuali bakat melukis, dan kekasih yang sempurna. Masalah dalam novel terbitan tahun 2005 ini tidak akan pernah ada, seandainya kekasih Cherry, Andros, tampil sesempurna penampilan fisiknya. Dan dari sanalah, Orizuka membangun konflik dalam ceritanya. Simpel. Tapi jangan kira jalan ceritanya akan sesederhana itu—kalau tidak, mana mungkin saya jatuh hati pada gaya penulisan penulis yang satu ini.

Me and My Prince Charming(Dua edisi Me and My Prince Charming)

Di sinilah keistimewaan Orizuka, dari konflik-konflik sederhana, ia membangun plot yang mampu menarik kesadaran pembaca ke dalam cerita. Tapi, ada satu hal yang membuat saya sedikit mengerutkan dahi sewaktu membaca cerita ini, yakni kehadiran sosok Alfa.

Alfa adalah tipikal second lead dalam drama Korea, atau seperti di sini. Ia sabar, baik hati, pengertian, dan memiliki segudang sifat baik lainnya yang justru bakal membuat Alfa memiliki nasib sama seperti kebanyakan tokoh di drama Korea. Yang suka nonton pasti tahu Wink

At some point saya justru berharap Cherry menerima tawaran Alfa, setelah apa yang ia lalui dan setelah ia akhirnya menemukan apa yang menjadi kelebihannya, rasanya Cherry layak mendapatkan rewards. Tapi tidak. Dengan mudahnya ia malah menolak ajakan Alfa ke luar negri dan mendalami ilmu melukis. Dengan begitu saja.

Cherry, what have you done! Rasanya pengin berteriak seperti itu. Tapi yah…. Seperti kebanyakan readerizuka, saya merelakan perasaan saya dipermainkan oleh Orizuka. Toh, pada akhirnya saya masih sempat cekikikan gara-gara cerita manis dalam novel ini.

Seakan ingin bereksperimen dengan gaya penulisannya, dari tema percintaan yang manis, Orizuka mengusung tema mellow di Summer Breeze. Sebuah novel yang menceritakan dua bersaudara kembar Antares (Ares) dan Orion yang menyukai gadis yang sama, Reina.

Summer Breeze
(Dua edisi Summer Breeze)

Berbeda dengan dinamika cerita yang dibawa oleh Me and My Prince Charming, Summer Breeze justru hadir dengan kecepatan di bawah “20/km per jam” dan unsur drama yang menurut saya terlalu berlarut-larut. Dari sosok Reina yang tumbuh besar di luar negeri tapi memiliki pembawaan ala damsel in distress, hingga sikap orangtua si kembar kepada Ares yang sedikiiiit terlalu ekstrim. Sehingga alih-alih menghadirkan suasana cerita yang sedikit dewasa dengan tokoh-tokoh yang duduk di bangku perkuliahan, saya malah merasa seakan-akan para tokoh masih duduk di bangku SMA.

Pada saat membaca Summer Breeze inilah saya merasa kehilangan unsur magic dalam gaya penceritaan Orizuka. Atau mungkin ini saya tidak terlalu suka drama yang dipadukan dengan unsur mellow, ya? Sehingga saya malah fokus pada permasalahan keluarga Ares dan lemahnya karakter Reina.

Maafkan saya readerizuka dan Artebianz karena saya harus mengatakan Summer Breeze wasn't my cup of tea.

Namun syukurlah, pada karya-karya berikutnya, saya kembali menemukan keajaiban gaya tutur Orizuka di Miss J dan seri High School Paradise.

Setelah menceritakan kehidupan percintaan si kembar yang mellow, Orizuka kembali menawarkan kisah yang segar pada para pembacanya lewat dilema seorang gadis bernama Azalea dalam Miss J. Meski memiliki nama sebuah bunga, tapi Lea tidak memiliki keindahan yang sama. Ini berkat jerawat yang memenuhi wajahnya. Sebuah problematika khas remaja yang kemudian dikembangkan oleh Orizuka menjadi permasalahan yang pelik, ketika jerawat mewakili ketidakmampuan seorang remaja untuk menampilkan eksistensinya di antara teman-temannya. At this stage, saya sama sekali tidak punya keluhan atas gaya penulisan atau cerita yang dihadirkan oleh Orizuka.

Saya bisa mengatakan, lewat Miss J, Orizuka mulai memiliki gayanya sendiri dalam bercerita. Bahwa wanita muda yang mengagumi Meg Cabot ini sudah memahami medannya. Sama seperti seorang pelukis yang telah mafhum dengan aliran lukisannya.

(Diambil dari astarikrndy.blogspot.com)

Dan kisah empat sekawan Sid, Lando, Cokie, dan Rama dalam seri High School Paradise menjadi pembuktian lain dari Orizuka. Dari sekadar menulis novel lepas satu seri, Orizuka membangun sebuah saga.

Novel yang terdiri dari tiga seri ini menceritakan kehidupan empat orang sahabat yang bersekolah di SMA Athens. Empat sekawan ini memiliki kepribadian yang bertolak belakang dan tumbuh di lingkungan yang berbeda. Namun di balik segala perbedaan di antara keempatnya, terjalin persahabatan yang begitu akrab layaknya saudara. Hingga di hari saya kembali membolak-balik halaman seri High School Paradise, saya masih tertawa setiap kali empat tokoh utama seri ini berinteraksi. Selain itu, mungkin karena dibuat tiga seri, saya merasakan kedalaman dunia fiktif yang dibangun oleh Orizuka di seri ini.

Saya tidak sekadar menemukan Sid sebagai cowok kocak dan konyol, Lando sebagai cowok pendiam yang serius dan tertutup, Cokie sebagai cowok playboy, dan Rama sebagai cowok yang menyukai wanita yang lebih tua. Hal terbaik dari rangkaian seri adalah penyajian utuh karakter-karakter sebuah cerita.

Beberapa deskripsi dalam seri High School Paradise terasa cheesy. Namun dengan target pembaca remaja, serta unsur komedi, rasanya saya masih bisa memahami mengapa Orizuka menyampaikan cerita tentang empat pemuda tersebut dengan cara demikian.

Namun, entah karena terlalu aktif selama 2006, di tahun ini Orizuka menerbitkan empat novel, saya merasa kualitas penulisan Orizuka mengalami penurunan di novel Fight for Love!. Memang saya masih menemukan gaya penulisan Orizuka di dalam novel tersebut, tapi ia tidak menawan seperti High School Paradise dan tokoh Julia yang sama-sama bubbly-nya seperti Starlet.

Di awal karir Orizuka dari tahun 2005 sampai 2008, saya paling menyukai seri High School Paradise. Artebianz tentu bisa menebak, kan? Smile

Saya merasa seri ini seperti titik tolak perkembangan gaya penulisan Orizuka yang sekarang.

 

 

Artikel terkait:

 




Niratisaya

Niratisaya a.k.a Kuntari P. Januwarsi (KP Januwarsi) adalah Co-Founder Artebia yang juga seorang penulis, editor, dan penerjemah.

Profil Selengkapnya >>

Review Buku Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Om Telolet Om, Memanfaatkan Isu Viral Untuk Kemaslahatan Umum


Widyoseno Estitoyo: Pebisnis Muda, Aktivis Sosial, Dan Pekerja Seni


The Wind Leading To Love


Filosofi Kopi - Bukan Sekedar Adaptasi Dari Cerita Pendek


Danilla dan Kalapuna


Bakmi dan Sate Klathak Ala Djogdja: Menikmati Jogjakarta di Surabaya


Kedai Es Krim Zangrandi - Sejak 1930


Ranu Kumbolo: Sebuah Pelajaran Hidup Tentang Jerih Payah


Jazz Gunung 2015 - Indahnya Jazz Merdunya Gunung


My Toilet Prince - Pintu Pertama


Angel's Smile


Rajukan Sendu