Lucio - Menemukan Rahasia Gelap Baja Alatas dan Dewi Swis

23 Feb 2017    View : 4227    By : Niratisaya


Ditulis oleh Baja Alatas dan Dewi Swis
Diterbitkan oleh  Rafferty Publishing
Disunting oleh Ananda Nizzma
Desain isi oleh Lov’
Diterbitkan pada  2016
Genre fiction, young adult, romance, drama, slice of life
Jumlah halaman  189
Harga IDR53.500,-
Koleksi Perpustakaan Artebia - Kerja Sama dengan Rafferty Publishing

 

Tidak ada yang menyangka bahwa seorang yang pendiam, super cuek, dan dingin seperti Lucio memiliki sahabat yang berbanding terbalik seperti Andi.

Persahabatan mereka terlengkapi oleh seorang wanita, yaitu Dina. Meskipun sempat acuh tak acuh, namun ada perhatian yang Lucio berikan kepada Dina. Permasalahan cinta dan keluarga yang dialami oleh Dina, menjadikannya lebih dekat oleh Lucio. Seiring berjalannya waktu, ternyata ada rasa cinta yang tumbuh tanpa mereka sadari.

Lalu bagaimana jika cinta itu ternyata berantai?

Rahasia apa yang sebenarnya tidak mereka ketahui?



A Snippet to Lucio’s World

Cerita dibuka dengan seorang laki-laki yang duduk menunggu di sebuah ruangan, sebelum kemudian seorang wanita masuk dan berbicara dengannya. Laki-laki, yang di sepanjang bagian awal cerita ini nggak disebutkan siapa, bercerita kepada wanita bernama Nabila bahwa dia memiliki sebuah masalah berat. Sebuah masalah yang kemudian membawa cerita kepada sosok titular Lucio.

Lucio diceritakan sebagai anak tunggal yang terpisah dari ayahnya. Sosok yang diceritakan dingin dan tak acuh ini berusaha hidup mandiri dengan mendirikan perusahaan tour and travel (hal. 13) setelah ibunya meninggal dunia. Namun, dalam prosesnya, Lucio tanpa sadar memisahkan diri dari semua orang. Seolah berusaha agar nggak merasakan sakit hati atau terluka lagi seperti ketika dia ditinggalkan oleh sang ibu.

Hanya sedikit orang yang diizinkan Lucio dekat dengannya. Salah satunya adalah Andi. Meski memiliki seorang sahabat, bukan berarti Lucio mengizinkan siapa pun dekat dengannya. Bahkan Andi yang mengenal Lucio cukup lama harus memaksakan diri masuk ke dalam kehidupan Lucio.

“Gue bukan sopir lo ya, Yo,” kata pemuda yang sedang menyetir di sampingnya.
“Nggak ada yang bilang,” jawab Lucio tak acuh dan masih menatap ponselnya.
“Telinga lo nggak denger? Gue barusan yang bilang,” tekannya dengan Nada kesal. Kesal karena tidak dihiraukan oleh Lucio dan kesal karena macet. (hal. 14)

Hanya Andi sajalah yang berani melontarkan komentar untuk sikap Lucio yang kadang suka seenaknya, atau menyahuti setiap ucapan Lucio yang dia rasa nggak menyenangkan.

Main CharactersVisualisasi tiga tokoh Lucio dalam imajinasi saya. Source: amazonaws.com

Persahabatan Lucio dan Andi yang terjalin sejak semasa sekolah kemudian membawa seorang lagi masuk ke dalam lingkaran kecil mereka: Radina—aka Dina. Dan, bertambahlah seorang lagi yang mampu menembus dinginnya sosok Lucio.

Kedekatan Lucio dan Dina terjadi berkat sifat Dina yang sama seperti Andi (cuek dan keras kepala), juga karena Dina sedang memiliki masalah dengan sang kekasih. Membuat Lucio merasa dibutuhkan. Apalagi Dina adalah seorang perempuan.

Perlahan-lahan, Lucio pun menganggap Dina nggak ubahnya seperti Andi. Dia pun mengizinkan perempuan itu masuk ke dalam dunianya.

Namun, perlahan-lahan Lucio merasakan hal yang lain dalam dirinya. Setiap kali bertemu dengan Dina dan melihatnya terluka, Lucio juga ikut terluka. Nggak butuh waktu yang lama bagi Lucio untuk menyadari perasaannya. Sayang, Dina nggak bisa begitu saja memutuskan hubungannya dengan sang kekasih (Adam). Lelaki itu tinggal di luar negeri. Selain itu, masa lalu Dina, membuat perempuan itu semakin enggan berpisah dengan Adam.

Walau sebenarnya Dina mulai memiliki perasaan terhadap Lucio.

Apa sebenarnya yang terjadi dengan Dina dan Adam di masa lalu, sehingga Dina nggak bisa memutuskan hubungannya dengan Adam?

Apa Dina dan Lucio berhasil mengatasi rintangan yang memisahkan mereka?

Dan, kegelapan semacam apa yang disembunyikan Baja Alatas dan Dewi Swis sehingga keduanya sepakat memberikan judul Lucio, I Found You In The Darkness pada novel duet mereka?

Ada berlapis-lapis rahasia dalam Lucio yang lebih seru kalau Artebianz kupas sendiriSmile

 

 

The Dark and Bright Sides of Lucio

Dengan cover-nya yang berwarna hitam, Lucio seakan menjanjikan kisah kelam yang nggak berkesudahan. Apalagi Baja Alatas dan Dewi Swis menambahkan tagline “I Found You In The Darkness” , seolah menahbiskan Lucio sebagai novel mellow yang angsty

Syukurlah ketika membaca lembar demi lembar novel ini saya nggak terbelit dalam kesuraman yang terpampang di sampul depan Lucio. Semuanya berkat interaksi para tokoh—khususnya Lucio, Andi, dan Dina. Karena itu, di ulasan ini saya akan membahas tiga tokoh tersebut.

 

Lucio

Sejak awal cerita diceritakan sebagai sosok yang dingin dan tak acuh, Lucio seakan memberi batasan antara dunia pribadinya dengan dunia sosialnya.

“Saya pulang dulu,” ujar Lucio dingin, seperti biasanya.

Tanpa peduli dijawab atau tidak, Lucio melenggang pergi dan keluar dari kantor. Tepat saat itu, sebuah mobil berhenti di depannya dan Lucio langsung masuk. 

Namun, dari nukilan Lucio halaman 13 di atas, tampak jelas kalau Lucio nggak benar-benar membatasi diri. Dia hanya menerima orang-orang tertentu yang menurutnya ‘aman’ untuk masuk ke dalam dunianya dan menjadi salah satu bagian rutinitas harian Lucio. Orang yang nggak terintimidasi dengan sikap dingin dan tak acuh Lucio.

LucioKalau aura misterius, cool, tapi juga santai Lucio—saya dapatkan dari sosok ini. Source: Pinterest.

Tentu saja, sosok Lucio yang diceritakan di awal cerita ini nggak muncul begitu saja. Saya rasa Baja Alatas dan Dewi Swis nggak berniat untuk membuat Lucio menjadi semacam pionir hikikomori di Indonesia. Ada sebuah penyebab yang menjadi pemantik Lucio untuk menarik diri dari dunia sosial dan berniat untuk hidup sendiri. Baja Alatas dan Dewi Swis menunjukkan seberkas masa lalu Lucio yang menjadikannya Lucio yang sekarang pada halaman 18.

Tatapan Lucio beralih ke langit yang penuh dengan hamparan bintang. Senyum manis tersungging di bibir Lucio sambil menatap bintang-bintang.

“Maaa … aku kangen Mama. Semoga Mama bahagia ya di sana. Aku akan selalu berdoa buat Mama. Do’akan Cio agar bisa mewujudkan impian Mama.”

Kutipan tersebut menunjukkan kalau di balik sikap Lucio yang dingin, ada sosok rapuh yang butuh dikuatkan. Sayang, sosok penting dalam hidup Lucio tersebut telah tiada—meninggalkan Lucio (yang mungkin masih membutuhkan sang ibu) dalam sikap apatis nan dingin terhadap sekitar.

Ada sosok ibu yang demikian dicintai oleh Lucio, tentu saja ada figur ayah dalam kehidupan lelaki muda itu yang amat dihindarinya. Namun, ini bukan berarti Lucio membenci sang ayah karena di halaman 17 disebutkan bahwa sebenarnya Lucio “[merasa] berat meninggalkan papanya sendirian….”.

Tetapi apa penyebab Lucio meninggalkan rumah dan ayahnya—sementara disebutkan dia adalah anak tunggal—nggak benar-benar dijelaskan oleh kedua penulis. Satu hal yang saya sayangkan, mengingat sosok Lucio dibangun dari halaman pertama bahkan menjadi judul novel ini.

Sebaliknya, sosok yang dikupas oleh Baja Alatas dan Dewi Swis adalah Dina. Protagonis kedua dalam Lucio.

 

Dina aka Radina

Dina sebenarnya adalah ‘anggota’ terakhir yang masuk dalam lingkaran kecil pertemanan Lucio. Meski disebutkan “memiliki sifat yang sama dengan Andi” (hal. 26)—dalam hal bersikap terbuka dan impulsif, menurut saya—Dina sejatinya menyimpan kerapuhan dalam dirinya.

Nggak seorang pun yang mengetahui mengenai hal yang membuat Dina rapuh kecuali Andi. Memanfaatkan kesempatan untuk mengobrol dengan sahabatnya itu, Dina menceritakan masalahnya. Tanpa memedulikan kenyataan bahwa ada Lucio di sana.

Perempuan dengan wajah cantik berambut panjang duduk di samping Lucio. Dia seakan tidak menyadari kehadiran Lucio karena langsung memesan makanan. Karena merasa tidak dipedulikan, Lucio akhirnya tak acuh kepada perempuan tersebut. Tapi tidak dengan telinganya. (hal. 22)

Lucio yang biasanya dengan mudah nggak memedulikan orang-orang di sekitarnya, mendadak nggak bisa melepaskan perhatiannya dari Dina. Kemungkinan pertama, karena Dina cantik—Lucio seorang laki-laki, normal menurut saya kalau dia tertarik pada Dina. Lagi pula bukankah ada yang mengatakan kalau laki-laki adalah makhluk visual.

Kemungkinan kedua, bisa jadi karena Dina adalah perempuan pertama yang nggak mengacuhkan kehadiran Lucio. Sementara di bagian awal novel ini diceritakan kalau kehadiran Lucio sempat mengalihkan dunia seorang pelayan yang melayaninya.

Setelah perhatiannya tercuri, tahulah Lucio bahwa Dina bukan sosok nggak acuh seperti yang diperlihatkan perempuan itu. Lucio ‘mencuri dengar’ mengenai permasalahan Dina yang sedang bertengkar dengan kekasihnya, Adam, yang tinggal di luar negeri. Karena mereka menjalin hubungan jarak jauh, komunikasi dan perbedaan waktu menjadi permasalah rumit bagi Dina dan Adam.

Lucio yang biasanya nggak tertarik terhadap permasalahan orang lain, tiba-tiba buka suara dan memberikan pendapatnya tanpa diminta oleh Andi atau Dina. Memancing komentar dari Andi.

“Itu barusan lo yang ngomong ‘kan, Yo?” Andi menggelengkan kepalanya seolah takjub pada Lucio. Dina mentap Lucio dengan takjub sambil tersenyum.

“Kenalin, gue Dina, temennya Andi.” Dina mengulurkan tangannya kepada Lucio. 

Nukilan Lucio dari halaman 23 itu memperlihatkan bahwa meski Lucio merasa Dina mirip dengan Andi, tapi ada bagian dalam perempuan itu yang mirip dengannya. Terutama sikap nggak acuh Dina.

Dina yang semula nggak menganggap kehadiran Lucio, kontan melempar senyuman ketika dia mendengar pendapat Lucio yang mampu mengambil jalan tengah tanpa terkesan membela salah satu pihak.

Yang saya sayangkan dari deskripsi Dina hanyalah bagaimana dia digambarkan. Alih-alih menunjukkan bagaimana ciri-ciri fisik Dina, Baja Alatas dan Dewi Swis hanya menyebutkan Dina memiliki wajah cantik. Padahal, saya penasaran kecantikan semacam apa sih yang bisa mencuri perhatian seorang Lucio Laughing

 

Andi

Sahabat Lucio sekaligus ‘makcomblang’ laki-laki itu dengan Dina, sahabat Andi yang lain.

Dari awal Andi digambarkan sebagai sosok happy go lucky yang bawel tapi perhatian kepada teman-temannya. Nggak terkecuali Lucio dan Dina. Berbagai celoteh Andi selalu berhasil mengangkat mood pembaca (baca: saya) saat menelusuri kekelaman cerita Lucio.

Beberapa di antaranya adalah:

  1. “Rendem aja di bath up, Din. Sampai berbusa gue bujuk Lucio. Sebel gue,” sahut Andi…. (hal. 47) ketika Lucio bersikeras nggak mau dikompres sementara dia sedang sakit.
     
  2. “Itu seninya liburan. Lihat yang sexy, yang rada-rada keliatan. 
     
  3. “Gue cuma berpendapat, Din, lo sensitif amat kayak pantat bayi.” (hal. 126) Andi menanggapi Dina yang marah karena Andi menyebut nama Adam.

AndiKonyolnya bikin ingat sama Andi. Source: tumblr.com

Siapa yang nyana kalau Andi yang happy go lucky dan selalu terlihat bahagia itu justru menyimpan rahasia terdalam sekaligus terkelam?

Saya nggak akan membahas rahasia Andi, karena bakal spoiler dan merusak pengalaman membaca kamu, Artebianz. Just know that not all smiles equal to happiness.

 

 

Lucio and Some Pebbles Along My Journey

Membaca Lucio rasanya seperti naik salah satu wahana yang semula berjalan aman, nyaman, dan pelan—sebelum kemudian dibanting dan diputar-putar saat saya melihat pos tempat turun. Semuanya berkat rahasia yang benar-benar disimpan rapi oleh Baja Alatas dan Dewi Swis.

Namun, saya menemukan beberapa hal dalam Lucio yang sempat membuat perjalanan membaca saya kurang nyaman.

 

The Typos

Beberapa typo yang ada di Lucio

1.“…. Aku akan selalu berdoa buat Mama. Do’akan Cio agar bisa mewujudkan impian Mama.” (hal. 18)

Menurut KBBI, penulisan yang benar adalah doa.

2.Maka dari itu, Lucio selalu disegani oleh anak buah ataupun client-nya dalam bisnis. (hal. 43)

Dalam KBBI, kata client sudah diserap menjadi klien.

3.Dina tahu dari Andi jika Lucio phobia pada rumah sakit. (hal. 48)

Menurut KBBI, penulisan yang benar adalah fobia.

4. .… namun percayalah bahwa Tuhan memiliki kuasa-Nya sendiri untuk Sang Pencinta. (hal. 52)

Seharusnya nggak perlu menggunakan huruf kapital pada Sang Pencinta agar nggak menempatkan si objek sama dengan Tuhan.

5. Film yang ditonton Dina tidak sengaja sebuah film di mana sepasang suami-istri sudah menikah….

Pada kalimat itu saya merasa ada bagian yang hilang. Mungkin maksudnya Film yang ditonton Dina secara tidak sengaja adalah sebuah film di mana sepasang suami-istri sudah menikah….

Selain itu, penggunaan kata di mana sebenarnya nggak lazim dan muncul karena penerjemahan ‘kasar’ dari bahasa Inggris. Penulis/editor bisa menggantinya dengan “… sebuah film yang bercerita tentang sepasang suami-istri yang sudah menikah….”

Penggunaan frasa “sudah menikah” di kalimat tersebut pun saya nilai mubazir karena sudah disebutkan bahwa tokoh dalam film tersebut adalah “sepasang suami-istri”.

Saran saya, editor mungkin bisa lebih mawas saat menyunting naskah di lain kesempatan, karena kadar typo yang terlalu kental bisa merusak pengalaman membacaSmile

Lucio

 

The Other Unconvinient Thing

Hal lain yang sempat mengganggu proses saya membaca Lucio adalah....

Penggunaan bunga di halaman awal tiap bab. Saya sering membawa buku ke mana pun saya pergi, sehingga ketika menemukan beberapa kata yang tumpang tindih dengan bunga-bunga tersebut, saya sempat merasa kurang nyaman.

Mungkin untuk ke depannya penata isi novel bisa memperhatikan desain isi dengan lebih jeli, sehingga pembaca lebih nyaman saat menikmati novel-novel Rafferty Publishing berikutnya.

 

Lucio and Its After Taste

Meski ada typo di dalam Lucio, Baja Alatas dan Dewi Swis berhasil membuat saya terguncang saat membaca kisah Lucio, Dina, dan Andi. Terutama Andi. Dude! Nggak ada kata yang bisa mewakili rasa terkejut saya saat mengetahui rahasia Andi.

Is that what Baja Alatas and Dewi Swis meant when they decided to use “I Found You in the Darkness” as tagline?

Anyhow three thumbs up for this novel!Smile

 

 

 

Your book curator,

N


Tag :


Niratisaya

Niratisaya a.k.a Kuntari P. Januwarsi (KP Januwarsi) adalah Co-Founder Artebia yang juga seorang penulis, editor, dan penerjemah.

Profil Selengkapnya >>

Review Buku Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Stigma dan Tradisi: Berhenti Belajar! Mari Mulai Berpikir dan Menciptakan


Alvi Syahrin - Semua Berawal Dari Mimpi Dan Kemudian Menjadi Nyata


The Fault in Our Stars - Sebenarnya Ini Salah Siapa?


Stand By Me Doraemon


5 Lagu Indonesia Tahun 90-an Mengesankan Versi Artebia


Rujak Cingur Ala Bu Dah


Perpustakaan Bank Indonesia, Surabaya - Perpustakaan Umum Senyaman Perpustakaan Pribadi


Mengenang Sejarah Dukuh Kemuning Dan Menguak Peninggalan Kepurbakalaannya


Literasi Agustus: GRI Regional Surabaya - Muda untuk Sastra


Sebuah Wajah, Sebuah Rasa (Bagian Kedua)


Bersama Sebuah Buku dan Sebatang Rokok


Hujan Sepasar Kata