Filosofi Kopi - Bukan Sekedar Adaptasi Dari Cerita Pendek

24 Apr 2015    View : 6005    By : Amidah Budi Utami


Bulan April ini diramaikan oleh film-film yang sudah dinanti-nanti oleh penggemarnya. Beberapa film yang berhasil mengundang antusias penonton adalah Fast Furious 7, Filosofi Kopi, dan Guru Bangsa Tjokroaminoto. Dari beberapa pilihan film yang ada, saya memutuskan untuk menonton Filosofi Kopi. Kenapa? Mungkin karena Fast Farious 7 terlalu mainstream dan Guru Bangsa Tjokroaminoto terlalu berat bobotnya.

 

 

 

Sinopsis Filosofi Kopi

Sejujurnya saya terlambat memasuki bioskop, kira-kira saya terlambat 15 menit. Sangat disayangkan memang. Tapi tak mengapa Artebianz, saya masih bisa mengikuti alur cerita secara keseluruhan.

Filosofi Kopi bercerita tentang kehidupan Ben si maniak kopi dan Jody seorang keturunan Tionghoa yang terlalu perhitungan. Jody adalah sahabat sekaligus saudara nonbiologis Ben. Mereka telah hidup bersama selama 18 tahun. Ben dan Jody memutuskan untuk mendirikan usaha bersama, sebuah kedai kopi bernama "Filosofi Kopi".

kedai filosofi kopiGambar diambil dari detik.com

Saat itu Filosofi Kopi masih tergolong kedai kopi baru yang belum terkenal, istilah dagangnya belum balik modal. Ditambah lagi, Ben dan Jody dihadapkan oleh sebuah persoalan pelik. Mereka harus mulai mencicil utang yang berjumlah 800 juta rupiah. Dalam kondisi segenting ini Ben dan Jody sering berbeda pendapat yang berujung adu mulut.

Ben tidak pernah mau kompromi tentang kopi. Oleh karena itu, dia selalu menentang strategi pemasaran Jody. Misalnya menurunkan standar bahan baku, mengurangi jumlah karyawan, sampai memberi fasilitas wi-Fi gratis untuk para pengunjung. Menurut Ben, mereka tidak membutuhkan semua strategi Jody untuk menjadi kedai kopi terkenal.

Ben berprinsip kopi yang enak akan selalu bisa menemukan penikmatnya. Bagi Jody yang terpenting saat ini adalah bagaimana cara meningkatkan margin, agar mereka bisa membayar utang. Saya paling menyukai saat Ben dan Jody terlibat adu mulut, perbedaan karakter dan keakraban mereka ditonjolkan.

Suatu hari sebuah solusi mendatangi mereka. Seorang pengusaha singgah di Filosofi Kopi untuk memberi tantangan 100 juta rupiah. Ben akan mendapatkan uang itu jika dia berhasil membuat kopi terenak yang akan disajikan ke seorang klien maniak kopi.

tantangan satu milyar

Jody kegirangan mendapat kabar tersebut, namun Ben tidak membiarkan Jody terbuai lama. Ben meningkatkan tantangan dari 100 juta menjadi 1 miliar. Ben dan Jody akan mendapatkan uang 1 miliar jika mereka memenangkan tantangan, tapi sebaliknya, jika mereka kalah maka mereka harus membayar 1 miliar ke pengusaha tersebut. Jody bagai tersambar petir di siang bolong setelah mendengar keputusan Ben yang di luar kewarasan orang normal. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain memasrahkan semuanya pada Ben. 

Ben mengurung diri di dapur bersama buku, kopi, dan alat-alat peracik selama dua minggu penuh untuk membuat racikan kopi terenak. Akhirnya Ben berhasil membuat racikan kopi terenak yang diberi nama "Ben's Perfecto".

ben meracik kopi
Ben dan Jody menganggap bahwa segalanya telah berjalan lancar sampai seorang foodbloger bernama El berkunjung ke Filosofi Kopi. El mengatakan bahwa ada kopi yang lebih enak dari Ben's Perfecto milik Ben. Kopi yang dimaksud El bernama Kopi Tiwus di daerah Ijen. Ben, Jody, dan El pergi ke Ijen untuk membuktikan kata-kata El.

Sesampainya di perkebunan, mereka disambut Pak Seno dan Bu Seno pemilik Kopi Tiwus. Dan benar saja, Kopi Tiwus pak seno memang lebih enak dibanding Ben's Perfecto.

Perasaan Ben terguncang saat berada di perkebunan Pak Seno. Bukan saja karena mendapati kenyataan pahit karena kopi andalannya dikalahkan oleh kopi kampung, namun juga suasana perkebunan mengingatkan kembali pada trauma masa kecilnya. Ben merasa sangat sedih sampai-sampai dia menyalahkan El karena datang ke Filosofi Kopi dan membuat hidup Ben menjadi berantakan seperti ini.

ben dan el

Mampukah Ben dan Jody memenangkan tantangan? Dan mampukah Ben berdamai dengan masa lalunya?

Baca juga: Warm Bodies - Menggali Kehidupan dari Kematian

 

 

Para Tokoh Filosofi Kopi


1. Ben Si Maniak Kopi

Ben yang diperankan oleh Chicco Jerikho adalah seorang barista pemuja kopi. Dia berkeliling dunia untuk belajar meracik kopi terbaik dan terenak sampai akhirnya dia memutuskan membuka Filosofi Kopi bersama sahabat karibnya, Jody. Ben seorang yang ceria, bebas, selengean, dan tanpa perhitungan. Namun, di balik segala penampilan luarnya yang terlihat cuek, di dalam dirinya yang terdalam masih tersimpan trauma masa lalu yang membuatnya pergi dari rumah dan tidak pernah kembali. Trauma tersebut juga menyebabkan Ben tidak pernah bisa memaafkan ayahnya.

 

2. Jody Seorang Yang Perhitungan

Jody yang diperankan oleh Rio Dewanto adalah sahabat Ben yang setuju membangun Filosofi Kopi walaupun sesungguhnya dia tidak paham kopi. Kelebihan Jody terletak pada kejeliannya dalam menjaga finansial usaha. Kepalanya selalu dipenuhi cara-cara mendapatkan keuntungan serta penghematan untuk menghasilkan pundi-pundi uang agar mereka terhindar dari debt collector.

Karakter Jody berbeda 180 derajat dibandingkan Ben. Jody adalah seoang yang terlalu perhitungan dan seringnya takut mengambil resiko tinggi. Jody juga memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan papinya. Salah satu penyebabnya kerena papinya meninggalkan banyak utang yang harus dia tanggung. Jody pun tidak habis pikir bagaimana bisa papinya memiliki hutang sebanyak itu.

 

3. El Si Cantik Menawan

El diperankan oleh Julie Estelle, seorang keturunan Indonesia-Prancis. El adalah seorang foodbloger yang sedang berkeliling Asia untuk mempelajari kopi. Saat ini El sedang melakukan riset tentang kopi yang akan dibukukan. Setali tiga uang dengan kisah Ben dan Jody. El juga memiliki hubungan yang tidak harmonis dengan papanya. El membenci papa yang betah berbulan-bulan berkelana demi pekerjaannya. El merasa papanya tidak mencintainya. Namun, papanya menasihati bahwa suatu saat El akan mengerti.


4. Pak Seno dan Ibu Seno

Pak Seno diperankan oleh Slamet Rahardjo sedangkan Bu Seno diperankan oleh Jajang C. Noer. Dua-duanya adalah aktor dan aktris senior yang kaya pengalaman.

Pak Seno dan Bu Seno adalah pasangan suami istri yang bekerja sebagai petani kopi. Mereka hidup sederhana dan bersahaja. Pak Seno dan Bu Seno merawat pohon kopi dengan penuh perhatian sehingga pohon-pohon tersebut menghasilkan biji kopi kualitas nomer satu yang mereka sebut Kopi Tiwus.

Kata "Tiwus" sebenarnya adalah nama kecil anak perempuan Pak Seno yang telah meninggal. Saat itu Tiwus terkena wabah penyakit dan tidak terselamatkan. Pak Seno dan Bu Seno merasa bersalah karena tidak bisa menolong Tiwus, hingga dia harus meninggal di usia yang masih sangat muda. Pak Seno dan Bu Seno merasa gagal membahagiakan putri tunggal mereka. Bahkan sampai saat ini, Pak Seno dan Bu Seno masih meneteskan air mata ketika harus menceritakan tentang putri mereka.

Ben, Jody, dan El terharu mendengar kisah Pak Seno dan Bu Seno. Menyadarkan mereka untuk mengevaluasi kembali hubungan mereka dengan Sang Ayah.

pak seno dan bu seno

Baca juga: The Fault in Our Stars - Secercah Kebahagiaan dalam Duka

 

 

Filosofi Kopi Bukan Sekadar Adaptasi dari Cerita Pendek

Filosofi Kopi ini adalah film ke-5 yang diadaptasi dari karya Dewi Lestari. Beberapa karya Dewi Lestari yang telah diadatasi ke layar lebar antara lain Perahu Kertas, Madre, Rectoverso, dan Supernova : Kesatria, Putri & Bintang Jatuh.

Dari semua judul yang saya sebutkan, Filosofi Kopi yang paling banyak melakukan improvisasi. Sepertinya seseorang atau beberapa orang di balik layar telah memiliki imajinasi sendiri tentang Filosofi Kopi. Dan menurut saya sangat tidak mudah membuat film adaptasi yang berbeda dan tidak kalah bagus dengan versi novel/cerpennya. Saya rasa film ini berbicara lebih banyak dari versi cerita pendeknya.

Di dalam film, karakter Ben dan Jody lebih dibangun. Ada beberapa pesan film yang ditambahkan. Serta film ini menghadirkan suasana terkini saat cafe dan wi-Fi menjadi bagian dari gaya hidup anak muda kota yang tentu saja sudah jauh berbeda dari latar waktu dan budaya yang dihadirkan di cerpen.

karakter ben dan jodyGambar diambil dari alittlebitofbrain.files.wordpress.com

 

 

Pesan-Pesan yang Tersampaikan Melalui Film Filosofi Kopi


1. Persahabatan dan Persaudaraan

Hal paling menarik dari film Filosofi Kopi adalah interaksi Ben dan Jody. Saya kagum dengan persahabatan 18 tahun mereka. Saya menghargai bagaimana dua orang berkarakter berbeda mampu saling menyeimbangkan untuk menjalankan usaha bersama.

Sudah banyak bukti di luar sana bentuk-bentuk usaha bersama yang berakhir di tengah jalan karena perbedaan pendapat dan ego masing-masing. Saya menyukai bagaimana karakter Ben dan Jody disuguhkan sebagai dua orang yang sangat berbeda, sering adu mulut, tidak ada yang mau mengalah, namun juga tidak pernah melepas satu sama lain. Ini adalah sebuah topik segar yang berhasil diangkat ke permukaan terutama ditujukan kepada kaum muda Indonesia.

pesahabatan dan persaudaraanGambar diambil dari alittlebitofbrain.files.wordpress.com


2. Hubungan Keluarga

Dari semua konflik yang dihadirkan sudah jelas bahwa film ini menyasar hubungan ayah dan anak. Ben, Jody, dan El mewakili sudut pandang anak sedangkan Pak Seno dan Bu Seno mewakili sudut pandang orangtua.

Ben, Jody, dan El tidak pernah bisa memahami keputusan ayah mereka sampai akhirnya mereka bertemu Pak Seno dan Bu Seno sebagai orangtua yang membuat mereka mengambil sudut pandang tidak hanya dari diri mereka sebagai anak tetapi juga mencoba melihat dari sudut pandang orangtua mereka. Pada akhirnya tidak ada orangtua yang sempurna, pun tidak ada anak yang sempurna sehingga mereka tidak seharusnya saling membenci.

Baca juga: Malam Minggu Miko Movie - Mockumentary Kegalauan Kaum Muda Indonesia

 

 

Profil Film:

Judul  Filosofi Kopi
Genre Drama
Pemeran Chicco Jerikho, Rio Dewanto, Julie Estelle, Slamet Rahardjo, Jajang C Noer
Sutradara Angga Dwimas Sasongko
Penulis Skenario Jenny Yusuf
Produser Angga Dwimas Sasongko, Anggia Kharisma, Handoko Hendroyono, Adi S. Nagara, Glenn Fredly, Chicco Jerikho

 


Tag :


Amidah Budi Utami

Amidah Budi Utami adalah seorang perempuan yang bekerja di bidang IT dan menyukai seni, sastra, fotografi, dan jalan-jalan.

Profil Selengkapnya >>

Review Film Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Cinderella dan Wanita Masa Kini: Sebuah Dekonstruksi Dongeng


Nicoline Patricia Malina: Fotografer Cantik Muda Berbakat


The Chronicles of Audy - Refleksi Kehidupan Seorang Gadis dalam Outline Skripsi


Goblin: The Lonely and Great God


Insya Allah - Bila Allah Sudah Berkehendak


My Pancake Restoran Surabaya  Town Square


Perpustakaan Bank Indonesia, Surabaya - Perpustakaan Umum Senyaman Perpustakaan Pribadi


Jelajah Pantai Pacitan: Pantai Watu Karung


Literasi Agustus: GRI Regional Surabaya - Muda untuk Sastra


Sebuah Wajah, Sebuah Rasa (Bagian Ketiga)


Interaksi di Galaksi


Kerinduan yang Patah