Antara Instagram, Dean, Dan Generasi Kekinian

13 Jan 2018    View : 8243    By : Niratisaya


 

Dean baru masuk ke dalam radar saya tidak lama, tapi lagu-lagunya yang catchy menarik perhatian saya. Tapi baru ketika lelaki kelahiran November 1992 ini merilis single barunya (“Instagram”) bulan lalu (Desember 2017), saya baru benar-benar memperhatikan musik dan lirik lagu ciptaannya. Biasanya saya, yang punya kemampuan pemahaman kosakata bahasa Korea seperti anak umur satu tahun, hanya menikmati musik lagu-lagu Korea yang saya dengarkan.

Atau karena musisi/band Korea itu menyanyikan lagu dalam bahasa Inggris, seperti Tablo.

Alasan saya memilih “Instagram” untuk diulas sederhana; judul pilihan Dean ini menurut saya mewakili mood dan lifestyle para generasi kekinian. Yang selalu lekat dan dekat dengan akun Instagram mereka.

Seperti dalam cuplikan lirik "Instagram" yang ini:

There’s a hole in my heart

Nothing can fill it up, yeah….

I’m sinking right now, inside a square ocean

 

 

Analisis Lagu "Instagram"

 

 

I know tomorrow is coming

But I can’t let go off my phone

Sleep just isn’t coming to me, yeah….

So, I’m on Instagram, Instagram again

 

So many hot shots here

Some are on vacation

I didn’t press “like”, because it feels like I’m the only one like this

Inside Instagram, Instagram

 

FIRST CHORUS

It’s a problem in the whole world

It’s the same love song, but it doesn’t touch me

In my night, there are too many thoughts

 

BRIDGE

It’s complicated

Changing it up so often I don’t want to do this

This damn information age, there is definitely a problem

These days , knowing more makes you more miserable

 

As time goes by, it gets harder

Am I the only one?

Don’t want to go clubbing, don’t want to watch a movie

What else is there to do?

I just end up in my neighborhood

 

There’s a hole in my heart

Nothing can fill it up, yeah….

I’m sinking right now, inside a square ocean

Instagram Dean 

(Back to first chorus)

 

Tururutu … tururutu 2x

Just wasting time like this, inside Instagram

 

Lonely, lonely, so lonely

Are things always this hard?

No way, no way

In this feed, people are living a different world from me

 

SECOND CHORUS

I’m useless, posting these pictures

But no one knows my hidden feelings behind them

I’m wandering again, inside Instagram

 

Yeah … so how are you these days?

I’m still the same, can’t sleep

Your short hair looked so pretty

But I didn’t press like, because it just seems a bit funny

 

Tururutu … tururutu 2x

 

Just wasting time like this, Inside Instagram

Tururutu … tururutu….

Baca juga: Literasi Desember: Literaturia, Budaya Berpikir Kritis, dan Literasi Media

 

 

Analisis “Instagram”: Lirik

I know tomorrow is coming

But I can’t let go off my phone

Sleep just isn’t coming to me, yeah….

So, I’m on Instagram, Instagram again

 

So many hot shots here

Some are on vacation

I didn’t press “like”, because it feels like I’m the only one like this

Inside Instagram, Instagram

 

Pada dua bait pertama, Dean membawa pendengarnya pada satu malam yang penuh pikiran. Kita mungkin begitu suntuk, tapi kantuk tidak juga datang. Satu situasi yang pernah, atau mungkin sering, kita dialami. Satu-satunya solusi adalah membuka ponsel dan masuk ke akun Instagram. Mengintip “jendela” kehidupan orang lain, yang mungkin membuat kita iri. Karena sementara kita terjebak di kamar, orang-orang itu memamerkan foto-foto liburan di tempat eksotis atau makanan yang menggiurkan.

Celakanya, alih-alih menutup ponsel dan tidur demi bersiap untuk hari esok. Kita justru terpancing untuk berselancar lebih jauh dan lebih lama di dunia maya dan akun Instagram kita. Menekan ikon kaca pembesar dan menilik kehidupan-kehidupan lain, yang ingin kita jalani.
Sebut saja ini kutukan zaman informasi, seperti lirik “Instagram” ini:

This damn information age, there is definitely a problem

These days , knowing more makes you more miserable

Dilema kehidupan generasi kekinian aka para milenial di jaman-now adalah selain harus menemukan passion dan jalan kita sendiri dalam kehidupan, kita juga dituntut untuk memenuhi kriteria kemapanan dalam hidup. Sementara itu, di pihak lain, kita juga digoda oleh “buah khuldi” duniawi. Kali ini, yang ditawarkan oleh si “buah khuldi” yang menyaru dalam bentuk aplikasi adalah pengetahuan mengenai kehidupan-kehidupan para liyan. Yang sejatinya hanyalah highlight moment dalam kehidupan orang lain, yang bisa jadi sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kehidupan kita.

Instagram

Sayangnya, highlight moment yang singkat dan penuh hingar-bingar kehidupan serba wah itu demikian menyilaukan. Saking silaunya, membuat para peselancar Instagram enggan menyadari sisi lain kehidupan para selebgram. Sebaliknya, highlight dalam gambar-gambar itu memancing kita untuk mengikuti langkah orang lain. Mengesampingkan—atau bahkan lebih buruknya lagi, melupakan mimpi dan passion sejati kita. Imbasnya, kita malah hanya berputar dalam satu titik kehidupan. Tidak pernah benar-benar merasa puas dengan apa yang kita miliki dan kehidupan yang kita jalani.

 

There’s a hole in my heart

Nothing can fill it up, yeah….

I’m sinking right now, inside a square ocean.

 

Dalam sebuah wawancara, Dean mengaku bahwa dia menciptakan Instagram dari pengalaman pribadinya, bukan hanya sebagai alat untuk memudahkannya berbagi pengalaman lewat lagunya. Tetapi juga agar para penikmat musiknya bisa dengan mudah berempati dengan dirinya, dan sebaliknya.

Niat Dean ini cukup terlihat jelas di beberapa baik terakhirnya:

I’m useless, posting these pictures

But no one knows my hidden feelings behind them

I’m wandering again, inside Instagram

 

Yeah … so how are you these days?

I’m still the same, can’t sleep

Your short hair looked so pretty

But I didn’t press like, because it just seems a bit funny

 

Bahwa terkadang kita memposting foto tanpa benar-benar berniat menyampaikan apa yang sebenarnya ada dalam batin atau pikiran kita. Kita mempostingnya hanya demi eksis dalam kancah per-Instagram-an. Sementara itu, sebenarnya niatan tebersit dalam diri kita adalah menyapa mantan—atau gebetan—yang malah berakhir dengan kita sekadar memandang foto-fotonya.

Ke mana-mana, rasanya kita tidak bisa bisa lepas dari teror mantan dan kenangan, ya. Hehehe….

Baca juga: The Swimmer

 

 

Analisis “Instagram”: Komposisi Lagu

Salah satu elemen yang menarik dari “Instagram” adalah komposisinya di paruh pertama. Benar-benar minimalis untuk ukuran lagu RnB dan suara soulful Dean. “Instagram” dibuka dengan kerikan jangkrik yang membawa imajinasi pendengar ke suasana malam dan kesendirian Dean, sebelum disusul dengan petikan gitar.

Karakteristik musik RnB Dean baru muncul di paruh kedua “Instagram”, tepat di bagian bridge. Ketika lirik di bagian bridge menggambarkan kompleksitas kehidupan para generasi kekinian, komposisi lagu Dean pun mulai nge-beat tanpa komposisi yang berlebih. Terutama kalau dibandingkan dengan “And July”, lagu Dean yang pertama kali saya dengar.

Sebaliknya, kalau ada yang menonjol dari “Instagram” adalah suara Dean. Mulanya suara Dean dan pace flow-nya mengikuti lagu, sebelum berubah menjadi husky saat “meneriakkan” kesepian.

 

 

Tentang Instagram Dan Dean

Untuk memproduksi “Instagram”, Dean menghabiskan waktu dua bulan bekerja di studionya dari pukul 3 siang sampai 4-5 pagi. Namun dia tidak mempedulikan bagaimana nasib ciptaannya di tangga lagu—atau berapa pemasukan yang didapatkannya. Yang terpenting bagi Dean saat menciptakan lagu adalah kualitasnya. Mungkin inilah sebabnya lagu-lagu ciptaannya kerap merajai tangga lagu.

Demikian pula saat membuat komposisi “Instagram”. Dean ingin menciptakan lagu yang identik dengan dirinya. Lagu yang menggambarkan kehidupan mereka dengan usia 20-30 tahun, sehingga dia bisa berbicara dengan jujur mengenai situasi dan kondisinya. Dan, sebagai imbal balik, mendapatkan empati dari para pendengarnya. Yang kemungkinan besar memiliki atau mengalami hal yang sama dengannya.

Dean

Dean mulai mengamati kehidupan dan dirinya secara objektif. Dia pun sadar bahwa setiap kali punya waktu luang, dia akan membuka Instagram. Namun, saat membuka akun Instagram-nya, dan mengingat posisinya sebagai musisi yang relatif masih hijau di dunia musik Korea, Dean justru semakin depresi melihat akun-akun musisi yang lebih berpengalaman.

Dean merasa seperti tokoh Robinson Crusoe yang terisolasi dalam studionya, sementara teman-temannya menikmati kehidupannya. Kehidupan dan rutinitasnya selama memproduksi lagu inilah yang kemudian mendorong Dean untuk menciptakan “Instagram”.

Untuk akun Instagram-nya sendiri, Dean mengaku kalau dia banyak menghapus foto-fotonya yang berpose “sok tampan”. Dia ingin akun Instagram-nya mewakili profesinya sebagai seorang musisi dan penyanyi.

Baca juga: Lalu Abdul Fatah - Profesi, Delusi, Dan Identitas Diri

 

 

Sumber lirik lagu: colorcodedlyrics.com


Tag :


Niratisaya

Niratisaya a.k.a Kuntari P. Januwarsi (KP Januwarsi) adalah Co-Founder Artebia yang juga seorang penulis, editor, dan penerjemah.

Profil Selengkapnya >>

Review Musik Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Takdir Dan Pertanda-Pertanda


Voici - Duo Multi Talenta Dari Surabaya


SeoulMate - Menemukan Belahan Jiwa di Seoul


Thirteen Terrors: Kisah Menyeramkan di Setiap Sekolah


Happy - Mocca Band (Dinyanyikan Ulang Oleh Aldin)


Marugame Udon - Delicacy in Simplicity


Kopi Luwak - Nongkrong Aman Sambil Berbagi Kopi dan Gelak


Candi Minak Jinggo - Candi Kecil nan Istimewa di Trowulan


POPCON Asia Surabaya: City of Superheroes


My Toilet Prince - Pintu Pertama


Tiga Puluh Tahunan (Part 2 - End)


Perjalanan, Pergulatan Waktu