Peneleh, Daerah Penuh Pesona dan Sejarah: Peneleh Gang VII

09 Nov 2014    View : 10488    By : Niratisaya


Terletak di perbatasan pusat keramaian kota Surabaya dan bagian utara, siapa nyana Jalan Peneleh bukan sekadar gang kecil, melainkan sebuah kawasan yang penuh dengan beberapa bangunan cagar budaya. Walau salah satunya kini masih dalam sengketa.

Berawal dari keisengan saya dan Tim Artebia yang ingin menjelajahi Surabaya serupa penjelajah alam, alias menggunakan kedua tungkai dan bukan roda, maka kami pun berangkat menuju Jalan Peneleh. Meski di awal kami harus mengendarai angkot lyn GL dari Terminal Joyoboyo dan turun beberapa meter dari daerah Pasar Blauran. Tapi percayalah, Artebianz, kami melakukan ini demi menghemat tenaga—dan tentu saja demi mendapatkan foto-foto candid dari tempat-tempat yang kami lewati.

Ujungnya, kami melakukan semua ini demi Anda, Artebianz Laughing

Nah, setelah kami turun dan berjalan menuju Pasar Blauran dan melangkah menuju Jalan Bubutan, kami menyeberang menuju salah satu jalan kecil yang bersebelahan dengan POM bensin di Jalan Bubutan, menembus Jalan Baliwerti. Di sini kami sempat salah arah saat menuju Jalan Gemblongan yang menghubungkan Baliwerti dengan Peneleh. Kami pun bertanya pada seorang mbak-mbak yang saat itu sedang bekerja menjaga toko. Thank you, Mbak Smile

Dengan petunjuk dari si mbak, Tim Artebia pun kembali melangkah dengan full power di bawah matahari yang lumayan terik. Kami berjalan sekitar 30-40 meter menyusuri Jalan Gemblongan. Salah satu petunjuk yang menjadi tanda bahwa Anda tidak salah jalan dan tersesat adalah Jembatan Peneleh yang langsung terhubung ke Jalan Peneleh Gang VII.

Jembatan PenelehJembatan Peneleh

Jangan khawatir bakal salah mengenali jembatan, Artebianz. Sebab Anda hanya akan melihat satu jembatan di sana.

Baca juga: Perpustakaan Bank Indonesia, Surabaya - Perpustakaan Umum Senyaman Perpustakaan Pribadi

 

 

Sejarah Nama Peneleh


Wisnu Wardhana dan Pangeran Pinilih

Pada zaman dahulu, ketika Indonesia masih belum bersatu seperti sekarang ini, Surabaya memiliki keratonnya sendiri yang dipimpin oleh Wisnu Wardhana. Bahwa Keraton Surabaya tak pernah terdengar gaungnya mungkin karena Wisnu Wardhana memimpin di bawah kekuasaan Kerajaan Singosari. Nah, nama Peneleh diambil dari nama salah satu putra Wisnu Wardhana, Pangeran Pinilih.

Konon, dulu daerah yang dipimpin oleh Wisnu Wardhana bernama Glagah Ardem, yang awalnya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Singosari.

Meski terlihat kecil, Jalan Peneleh bukan sekadar sebuah gang dengan bangunan-bangunan bersejarah. Peneleh memang sejak lama sudah menjadi daerah sibuk. Hal ini tak lepas dari keberadaan Kali Mas yang berlokasi tepat di seberang Jalan Peneleh. Pada zaman kolonial Belanda, sungai Kali Mas aktif digunakan warga Surabaya sebagai jalur transportasi bagi para pedagang buah-buahan.

Layaknya Kota Venesia, Surabaya tempo dulu didominasi oleh alat transportasi air. Bayangkan Artebianz, perahu-perahu ala gondola hilir mudik di aliran Kali Mas. Romantis, ya?

Sayangnya, kini Kali Mas tak memiliki banyak peran dalam kehidupan masyarakat Surabaya.

 

Keraton Surabaya

Percaya atau tidak Artebianz kalau dulu Surabaya punya keraton? Ya, keraton. Kerajaan ala Jawa persis seperti di Surakarta dan Yogyakarta. Hal ini terbukti oleh nama-nama jalan di sekitar Peneleh, yang tampaknya sesuai dengan aktivitas yang mendominasi wilayah-wilayah tersebut di masa lampau.

Ada Jalan Keraton, Kampung Kepatihan yang tentu saja dihuni oleh seorang kampung patih, juga ada Kampung Carikan. Atau Jalan Jagalan yang dinamakan demikian karena dahulu digunakan sebagai tempat jagal sapi. Atau Jalan Pandean, yang, sesuai namanya, dulunya didominasi oleh para pandai besi.

Konon, pada saat Surabaya dikuasai oleh Belanda daerah Peneleh ini diberi hak oleh Belanda untuk tidak dimasuki Belanda secara bebas karena masih wilayah keraton. Dan secara “kebetulan” di daerah yang memiliki hak istimewa ini, berdiri sebuah bangunan yang menjadi tempat indekost para tokoh nasional. Artebianz tentu pernah mendengar nama HOS Cokroaminoto. Beliaulah yang pemilik rumah indekost sekaligus guru para tokoh nasional kita.

Baca juga: Wisata Religi: Makam Maulana Sayyid Ismail Janti, Jogoroto, Jombang



Wisata Sejarah dan Kuliner di Peneleh

Di Jalan Peneleh, khususnya Gang VII, terdapat empat lokasi wisata bersejarah yang cukup berdekatan, yaitu:

  1. Toko Buku Peneleh
  2. Rumah Peninggalan HOS Tjokroaminoto
  3. Makam Mbah Singo
  4. Masjid Peninggalan Sunan Ampel
  5. Makam Belanda

Peneleh Gg VIIPeneleh Gang VII

Kami tidak akan langsung membahas keempat tempat tersebut di sini, Artebianz. Sebab, kami ingin membahas setiap tempat dan sejarahnya dengan baik.

Selain wisata sejarah, tidak jauh dari Peneleh Gang VII, tepatnya di Jalan Achmad Jais, terdapat beberapa lokasi wisata kuliner yang cukup terkenal:

  1. Toko kue tradisional “Peneleh”
  2. Rujak cingur Jalan Achmad Jais yang sudah tersohor, baik rasa dan harganya
  3. Coto Makasar
 
 
  

Ongkos-Ongkos

Karena misi iseng ini mengutamakan alat transportasi sepasang tungkai Tim Artebia, tidak terlalu banyak ongkos yang kami keluarkan.

Transportasi: kurang lebih Rp16.000,00

Sumbangan ke penjaga rumah HOS Tjokroaminoto (tidak ada keharusan harus menyumbang berapa, Artebianz. Hanya seikhlas dan selayaknya).

 

 

Akhir Petualangan Peneleh

Kesan pertama yang kami dapatkan selama berpetualang di perbatasan Surabaya tengah dengan Surabaya utara ini tentu saja betapa teriknya sinar matahari, yang dengan sukses membuat saya dan anggota Tim Artebia lainnya gobyos-gobyos. Namun cukup menyenangkan, karena kami menikmati langsung tiap bangunan dan jalanan di sekitar daerah Peneleh.

Tentu, kini sudah ada kelompok sesama pecinta jalan kaki yang mungkin menjelajahi rute sama dengan suasana yang lebih seru. Atau tawaran wisata “Surabaya Heritage” dari House of Sampoerna. Namun salah satu keunggulan membentuk kelompok petualang sendiri macam Tim Petualang Artebia ini adalah suasana yang lebih akrab. Serta kebebasan melangkah dan menentukan rute yang akan dilewati.

Rasanya cukup seru lho, Artebianz. Dan mungkin kami akan melaksanakan “Petualangan Menjejaki Surabaya A la Tim Artebia” berikutnya.

Doakan kami dan tungkai-tungkai kami ya, Artebianz Laughing

Baca juga: Gedung De Javasche Bank Surabaya - Saksi Sejarah Panjang Perbankan Indonesia

 

 

Referensi:
Wisata Surabaya Pesona Indah Kota Pahlawan (surabaya.panduanwisata.com)

 




Niratisaya

Niratisaya a.k.a Kuntari P. Januwarsi (KP Januwarsi) adalah Co-Founder Artebia yang juga seorang penulis, editor, dan penerjemah.

Profil Selengkapnya >>

Wisata Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Stigma dan Tradisi: Menikah - Antara Tuntunan Agama dan Tuntutan Masyarakat


Dimas-Lissa: Pudarkan Kapitalisasi Pendidikan Lewat Sekolah Gratis Ngelmu Pring


Gara-Gara Indonesia: Satu Peran Tak Langsung Indonesia Untuk Dunia


5-ji Kara 9-ji Made - Apa Jadinya Kalau Biksu Jatuh Cinta Pada Guru?


Menuju Senja - Payung Teduh


Bakmi dan Sate Klathak Ala Djogdja: Menikmati Jogjakarta di Surabaya


Kopi Luwak - Nongkrong Aman Sambil Berbagi Kopi dan Gelak


Dieng: Sebentuk Nirwana di Indonesia - Edisi Setyaki dan Pesona Alam Dieng


The Backstage Surabaya (Bagian 2) : Mindset Seorang Founder StartUp


Sebuah Wajah, Sebuah Rasa (Bagian Ketiga)


Nyala Lilin yang Menerangi Wanita Itu di Kala Malam


Setitik  Tuba