Kawah Ijen Banyuwangi (Kawah Ijen Part 2)

12 Nov 2014    View : 6361    By : Nadia Sabila


Kawah Ijen

Lokasi :  Kab. Banyuwangi Jatim
Tiket Masuk :  Rp2.000,00
Kondisi objek :  terkelola dengan baik, jalan bagus
Yang menarik :  blue fire, pemandangan Gunung Ijen



Lanjut kita dari Pasir Putih ya Artebianz! Kawah Ijen terletak di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Kawah ini merupakan kawah eksotis yang berada di tengah pelukan Pegunungan Ijen, Banyuwangi. Cerita mengenai pesona kawah ini seolah menghipnotis kami. Berbekal nekat, kami berenam pun bertolak dari Pasir Putih menuju Kawah Ijen atau dengan kata lain, dari Situbondo menuju Banyuwangi. Dilihat di peta, dua kabupaten tersebut memang tidak jauh. Namun terasa sangat jauh jika kita sama sekali tidak mengetahui jalan ke sana.

 

Menuju Objek Kawah Ijen

Bersyukurlah kita yang dilahirkan saat zaman teknologi sudah canggih, petunjuk dari GPS ponsel pintar pun menjadi pedoman kami untuk menuju Kawah Ijen. Namun tanpa kami sadari, GPS ponsel pintar ini sebetulnya sedikit menipu. Ia membuat kami melewati jalur yang lebih jauh daripada jalur normal, karena sebetulnya Situbondo-Ijen akan lebih dekat jika lewat Lumajang. Mobil melaju memasuki desa-desa pelosok Banyuwangi yang aroma jalanannya masih berbau tahi sapi. Untunglah saat itu musim kemarau, sehingga jalanan berbatu yang belum beraspal tidak jeblok dan becek yang kemungkinan akan makin menyulitkan jika terjadi.

Rasa syukur pun kami panjatkan karena kawan yang mengemudikan mobil kami termasuk sudah memiliki jam terbang tinggi. Saat tanjakan tajam, ia menyuruh semua penumpang untuk turun, dan dia berjuang sendiri melalui tanjakan tajam itu. Karena turun, para penumpang pun terpaksa berjalan kaki menuju mobil yang sudah bertengger di atas terlebih dahulu. Tapi tak mengapa, yang penting kami semua selamat.

Tak berapa lama setelah melewati desa terakhir. Mobil pun keluar dari lingkaran setan jalan yang buruk menuju jalan yang beraspal dan lebih mulus. Jalur aspal inilah yang membuat kami merasa ditipu oleh GPS, karena sebetulnya, ada jalan lain menuju Kawah Ijen yang tak perlu melewati desa pelosok itu.

Meski beraspal, kelokan tajam tetap tak dapat dihindari. Ban mobil terus bergulir memasuki kawasan Hutan Ijen. Pepohonan tinggi dan daun-daun berserakan di sepanjang jalan yang sudah di aspal menimbulkan kesan romantis dan teduh. Sinar matahari siang tak langsung menyentuh permukaan tanah akibat tertutup daun-daun lebar yang melengkung bagai kanopi. Bisa dikatakan, kawasan Hutan Ijen ini membuat kita merasa seolah sedang mengarungi zaman Jurassic. Kontur pepohonan dan bentuk dedaunan yang lebar mengingatkan kita pada zaman dinosaurus.

Baca juga: Pulau Menjangan: Candu Pesona Bawah Laut

 

 

Kawah Ijen

Akhirnya, tengah hari pun kami sampai ke kawasan wisata Kawah Ijen. Di sana telah menanti loket untuk pembayaran tiket masuk sebesar dua ribu rupah. Di sekitar loket merupakan starting point, di mana banyak penjual makanan, wc umum, masjid, dan lapangan untuk berkemah terletak. Udara di sana cukup dingin, terutama airnya. Padahal, saat itu masih pukul 12 siang, tapi air di kamar mandi sudah sedingin es.

Setelah ishoma, kami pun memulai pendakian ke kawah. Perjalanan dari starting point ke kawah saya rasa lebih dari 5 kilometer, terlebih karena jalannya yang menanjak. Tanah yang mendasari jalan sebetulnya sudah rata, tapi jika tidak biasa jalan jauh atau mendaki dukung, perjalanan ini akan sangat melelahkan. Napas kami pun sudah satu-satu, tapi menurut informasi pendaki yang sudah turun yang berpapasan dengan kami, kawah masih jauh. Pos pemberhentian satu di pinggir jalan itu belum ada seperempat jalan ke kawah.

Salah seorang teman yang bertubuh sangat gemuk hampir menyerah sebelum melihat seorang nenek turun dari atas dengan wajah segar bugar. Nenek itu seolah menikmati perjalanannya dan bahkan memberi semangat pada kami yang tersipu malu karena masih muda tapi kalah dengan wanita berusia senja. Para bapak pengangkut belerang yang melangkah ringan sambil memikul kiloan belerang pun juga membuat kami yang sedang terengah-engah ini merasa menjadi manusia lemah.

"Ayo, sedikit lagi!" Teriak mereka pada kami yang menyeka keringat untuk segera melanjutkan pendakian.

Setengah perjalanan ke kawah, ada sebuah pos pemberhentian berupa sebuah kantin dan toilet alam. Kantin itu menjual makanan ringan dan minuman bagi para pendaki yang kelelahan. Teman yang gemuk pun akhirnya memilih untuk tidak melanjutkan perjalanan dan menungggu kami turun dari kawah di kantin itu.

Sebagai saran, jika Artebianz adalah seorang obesitas dan jarang berolahraga tapi ingin naik ke Kawah Ijen, sebaiknya latihan terlebih dahulu. Apabila sudah tidak kuat lebih baik tidak memaksakan diri, karena malah akan merepotkan orang lain meskipun di sana disediakan tandu khusus bagi para pendaki yang sudah tak sanggup lagi.

Saya pun sangat lelah. Namun, lebih memilih untuk melupakan kelelahan saya dengan berjalan santai, melanjutkan pendakian sambil foto-foto di tengah jalan. Satu kata untuk pemandangan Gunung Ijen sore itu: menakjubkan. Pegunungan membentang dengan hamparan hijau dan tersaput putihnya awan. Jurang-jurang hijau menukik dipagari pepohonan kering di samping jalanan yang sudah tak menanjak tajam lagi. Alangkah indahnya pemandangan saat itu.

gunung_ijenGunung Ijen (dokumen artebia)

Pukul 3 sore, saya resmi mencapai kawah. Kalau ditotal, perjalanan dari bawah menuju Kawah Ijen adalah sekitar dua jam jalan kaki. Kawah hijau tenang tak menggelegak terbentang di depan mata saya, di tengah pelukan bukit-bukit pasir. Kawah itu sebagian masih tertutup asap tebal sehingga tidak bagus di foto. Tapi selang beberapa menit, asap perlahan-lahan menipis dan menyibakkan kawah hijau nan cantik. Kami juga turun mendekati kawah untuk mengambil gambar yang lebih memuaskan.

Tapi hati-hati, pengunjung dilarang turun sampai ke penambangan belereng karena mengandung gas berbahaya. Selain itu, datanglah ke Kawah Ijen pagi-pagi buta, karena jika beruntung, Artebianz dapat melihat Blue Fire alias api biru yang menyelimuti kawah menjelang matahari terbit. Setelah puas berfoto-foto ria, kami pun turun sebelum jalanan akan gelap karena matahai hampir terbenam. Tak disangka jalan turun lebih cepat daripada naik. Dari atas pukul 4 sore dan sebelum setengah 6 sore kami sudah sampai lagi di loket basecamp.

Demikian pelesir Tim Artebia ke Kawah Ijen. Objek wisata satu ini sangat direkomendasikan untuk para pendaki yang benar-benar pemula, karena tak membutuhkan baju tebal atau peralatan daki yang lengkap untuk sampai ke Kawah Ijen. Sampai jumpa Artebianz! Selamat mencoba!

Baca juga: Banyu Anjlok - Pantai Bolu-Bolu - Keletekan: Sekali Dayung Dua Tiga Pulau Terlampaui

 




Nadia Sabila

Nadia Sabila adalah seorang jurnalis yang menggandrungi travelling dan makanan pedas.

Profil Selengkapnya >>

Wisata Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Stigma dan Tradisi: Menikah - Antara Tuntunan Agama dan Tuntutan Masyarakat


Dimas-Lissa: Pudarkan Kapitalisasi Pendidikan Lewat Sekolah Gratis Ngelmu Pring


Agility Bukan Singa yang Mengembik


Seven Something: Saat Cinta Berubah Setiap 7 Tahun


Membaluri Luka dengan Cinta dalam Lagu I'm Not The Only One


Happy Squid Dan MatchaPekoe: Kuliner Unik Ala Bazar Tematik


Lembah Rolak


Taman Nasional Baluran - Afrika-nya Indonesia


WTF Market Kembali All Out Untuk Surabaya


Sebuah Wajah, Sebuah Rasa (Bagian Pertama)


Cita-Cita Dirgantara


Lapang Sunyi, Senyap Ruang