Candi Minak Jinggo - Candi Kecil nan Istimewa di Trowulan

15 Jun 2015    View : 12301    By : Niratisaya


Semenjak membaca kisah-kisah kerajaan Jawa dari buku-buku sejarah, saya menjadi penasaran dengan wujud asli kerajaan tersebut. Rasa penasaran saya semakin menjadi-jadi karena saya tinggal di kota yang berdekatan dengan pusat Kerajaan Majapahit; Mojokerto. Maka, saya pun bertekad untuk melakukan safari—mengunjungi sisa-sisa peninggalan kerajaan yang dulunya sempat berjaya di nusantara kita.

Setelah mengunjungi Gapura Wringin Lawang saya beralih ke candi-candi di sekitar Kompleks Troloyo. Candi pertama yang saya kunjungi adalah Candi Minak Jinggo yang berlokasi di Desa Ungah-unggahan, Trowulan, sebelah timur Kolam Segaran.

Pintu Candi Minak Jinggo

Berbeda dengan Gapura Wringin Lawang yang sering saya kunjungi, saya sama sekali belum pernah mengunjungi Candi Minak Jinggo. Jangankan mengunjungi, mendengar tentang keberadaan candi ini saja saya baru sekali itu—saat saya mengunjungi Candi Minak Jinggo itu on the spot.

Truth to be told Artebianz, kunjungan saya ke Candi Minak Jinggo sebenarnya tidak disengaja. Semula saya berniat mengunjungi Candi Tikus. Namun, entah mengapa mobil malah berbelok ke jalan sebelum Kolam Segaran (padahal saya sudah beberapa kali mengunjungi Candi Tikus). Karena sok pede dan sok aksi, saya cuek saja meluncur. Sampai akhirnya saya sadar kalau jalan yang saya ambil salah dan harus putar balik.

Saat itulah saya melihat papan nama Candi Minak Jinggo.

 

Baca juga: Dieng: Sebentuk Nirwana di Indonesia - Edisi Kompleks Candi Arjuna

 

Candi Minak Jinggo, Kecil-Kecil Istimewa

Berbeda dengan kebanyakan candi-candi yang ada di sekitar Kompleks Troloyo, Candi Minak Jinggo nyempil di di antara pemukiman penduduk. Keadaan Candi Minak Jinggo ini mungkin sama dengan Gapura Wringin Lawang, tapi dengan kondisi yang serupa dengan Candi Kedaton-Sumur Upas—berupa situs yang seakan-akan baru saja ditemukan dan belum direkonstruksi bentuk aslinya, sehingga Candi Minak Jinggo tidak terlalu menonjol. Minimnya perhatian pemerintah setempat terhadap salah satu warisan budaya ini akhirnya menambah "ketidakmenarikan" Candi Minak Jinggo sebagai objek wisata.

Batu-batu andesitTemuan batu-batu andesit bagian-bagian candi

Tapi jangan salah Artebianz, kondisi bersahaja Candi Minak Jinggo ini hanyalah kamuflase untuk keistimewaannya. Kalau candi-candi di sekitar Kompleks Troloyo lainya seratus persen menggunakan batu bata, tidak demikian dengan Candi Minak Jinggo. Candi ini menggunakan paduan batu andesit dan batu bata, yang tergolong tidak umum di antara candi-candi peninggalan Majapahit lainnya.

Selain itu, pemandangan dan auranya yang masih terasa lebih murni adalah keistimewaan Candi Minak Jinggo lainnya, jika dibandingkan dengan beberapa situs di sekitar Kompleks Troloyo yang pada akhirnya sekadar menjadi objek wisata tanpa diimbangi dengan perawatan yang serius dari dinas terkait.

Salah satu sesaji di Candi Minak Jinggo

Tapi, kondisi dan situasi Candi Minak Jinggo ini bisa jadi terkait dengan julukan lainnya, Candi Ritual, yang baru saya ketahui setelah mencari info tentang candi yang di kalangan masyarakat dikenal dengan nama "Sangar Pamelangan". Julukan ini rupanya muncul karena frekuensi penduduk dan pengunjung yang mendatangi Candi Minak Jinggo guna melakukan ritual serta membakar sesaji di beberapa sudut reruntuhan Candi Minak Jinggo, terutama pada malam hari. Ini karena sejarah Candi Minak Jinggo yang lekat dengan Raja Hayam Wuruk, raja yang berkuasa di zaman keemasan Kerajaan Majapahit.

 

Baca juga: Dieng: Sebentuk Nirwana di Indonesia - Edisi Setyaki dan Pesona Alam Dieng

 

Fakta tentang Ekskavasi dan Konstruksi Candi Minak Jinggo

Menurut artikel surabaya.tribunnews.com ekskavasi Candi Minak Jinggo bukan sekali-dua kali dilakukan oleh pemerintah setempat. Malahan, penggalian situs Candi Minak Jinggo telah dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda, tepatnya tahun 1917. Pada eksavasi pertama itu Pemerintah kolonial menemukan beberapa patung raksasa. Namun entah mengapa, penggalian nggak berlanjut dan malah ditutup kembali.

Bagian dalam Candi Minak Jinggo

Pada tahun 1977 upaya penggalian dilakukan sekali lagi oleh pemerintah setempat. Di penggalian kali kedua ini, peneliti menemukan ada tiga lapisan pondasi lama. Pondasi paling atas susunannya tidak teratur dan memiliki arah yang berbeda dengan lapisan pondasi di bawahnya. Sementara itu, lapisan paling bawah berupa susunan batu berdenah persegi dengan penampil ada di sebelah barat.

Pondasi Candi Minak Jinggo

Penemuan lapisan-lapisan pondasi ini membuat bingung peneliti dan hingga kini belum ditemukan bagaimana dan mengapa Candi Minak Jinggo memiliki tiga lapisan. Ekskavasi kemudian berlanjut hingga 2007.

Temuan Candi Minak Jinggo

Tapi, seperti upaya penggalian pertama, penggalian kedua kali ini juga belum tuntas dan penyebabnya nggak jelas. Padahal ada beberapa benda kuno yang berhasil ditemukan dari situs Candi Minak Jinggo. Namun, pemerintah setempat memutuskan untuk menghentikan penggalian dan menyimpan sebagian temuan di BP3 Trowulan. Sisa bangunan yang disimpan adalah dua relief berukuran besar: seorang wanita berbadan seperti ikan dan raksasa bersayap yang dikenal sebagai arca Minak Jinggo. Sementara itu, benda-benda lainnya, yang mungkin nggak terlalu utuh, diletakkan begitu saja di sekitar lokasi penggalian.

Tercatat sudah ada tiga ekskavasi dilakukan terhadap situs Candi Minak Jinggo, tapi konstruksi utuh candi ini belum bisa dinikmati oleh penduduk Trowulan dan wisatawan.
Pun, catatan mengenai sebab-musabab kenapa Candi Minak Jinggo memiliki konstruksi yang berbeda dari candi-candi di sekitar Kompleks Troloyo pun masih misteri.

Baca juga: Patirthan Candi Kidal Yang Tersembunyi

 

Sosok Minak Jinggo

Konon, meski memiliki nama sama seperti tokoh dalam legenda Jawa, nama Minak Jinggo nggak terlalu punya kaitan erat dengan Candi Minak Jinggo. Belum jelas mengapa candi ini dinamakan Minak Jinggo dan mengapa masyarakat mengenalnya dengan nama itu.

Tapi… siapa sih sebenarnya Minak Jinggo ini?

Minak Jinggo adalah nama raja Kerajaan Blambangan yang ingin menguasai Kerajaan Majapahit dan menjadikan Ratu Kencana Wungu sebagai permaisurinya. Namun, upaya ini berhasil digagalkan oleh Damarwulan, seorang pengurus kuda milik Lo Gender (patih Kerajaan Majapahit).

Diceritakan Ratu Kencana Wungu menolak suntingan Minak Jinggo bukan hanya karena dia tidak ingin Kerajaan Majapahit jatuh di tangan Minak Jinggo, tetapi juga karena Minak Jinggo memiliki wujud seperti raksasa—yang saya rasa ada benarnya, mengingat senjata sakti andalan Minak Jinggo adalah gada. Mungkin, Minak Jinggo nggak benar-benar berwujud seperti raksasa. Mungkin dia memiliki fisik yang nggak jauh beda dengan Bima, tokoh pewayangan yang juga mengandalkan gada sebagai senjata. Selain itu, bukankah di Candi Minak Jinggo ditemukan beberapa arca raksasa?

Dan ajaibnya Artebianz, makam para tokoh dalam legenda tersebut berada nggak jauh dari Candi Minak Jinggo.

Hm… saya jadi semakin penasaran dengan cerita Candi Minak Jinggo. Semoga pemerintah setempat kembali melakukan penggalian dan merekonstruksi Candi Minak Jinggo sehingga kita bisa menikmati Candi Minak Jinggo. Bukan hanya dalam wujud fisik, tapi juga sejarahnya yang hingga kini masih misteri.

Baca juga: Leiden, Kota Sarat Sejarah Dalam Balutan Puisi Indah

 

Referensi:
-    Artikel Candi Minak Jinggo dari Surabaya.tribunnews.com pada tanggal 12 September 2012. http://surabaya.tribunnews.com/2012/09/12/candi-minakjinggo-candi-ritual-majapahit




Niratisaya

Niratisaya a.k.a Kuntari P. Januwarsi (KP Januwarsi) adalah Co-Founder Artebia yang juga seorang penulis, editor, dan penerjemah.

Profil Selengkapnya >>

Wisata Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Mengajar Itu Layaknya Orang Yang Ingin Membina Hubungan, Butuh Proses PDKT


Prisca Primasari - Menulis Adalah Memberi Kado Pada Diri Sendiri


Selama Kita Tersesat di Luar Angkasa oleh Maggie Tiojakin


Suckseed (Huay Khan Thep): Tumbuh Bersama Mimpi, Sahabat dan Cinta


Menuju Senja - Payung Teduh


Marugame Udon - Delicacy in Simplicity


Pandu Pustaka: Perpustakaan Keteladanan Di Pekalongan


Peneleh Daerah Penuh Pesona dan Sejarah: Rumah HOS Tjokroaminoto


Deja Vu: Pesta Ketiga WTF Market di Surabaya (Bagian 2 - End)


Sebuah Wajah, Sebuah Rasa (Bagian Lima)


Twist and Shout (Part 3-Final)


Nyata dan Ilusi