Misteri serta Sejarah Jatimulyo dan Mojolangu, Malang (Bag. 2)

06 Apr 2017    View : 6392    By : Kopi Soda


Bagian Pertama: Misteri serta Sejarah Jatimulyo dan Mojolangu, Malang

Situs Sumber Menjing

Situs Sumber Menjing terletak di dukuh Menjing, Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Letak situs ini berada di turunan jalan menuju Sungai Brantas, lokasinya pas kanan jalan sebelum pertigaan Jl. Vinolia dan Jl. Pisang Kipas ± 500 meter dari Situs Punden Beji Sari.

Tinggalan kekunoan di situs ini hanyalah sebuah sumber mata air kuno yang mengalir dari akr pohon ‘Loh’ besar. Sumber mata airnya dimanfaatkan oleh warga untuk keperluan air bersih, mandi, dan lain-lain dengan cara dialirkan melalui pipa ke arah kamar mandi umum (MCK) yang berada di dekatnya.

Situs Sumber MenjingGambar 08: Situs Sumber Menjing (Nyi Beji Sari) sebuah sumber air artesis yang terletak tak jauh dari Punden Beji Sari.
Sumber Gambar: Devan Firmansyah (2016)

Selain disebut Sumber Menjing, warga sekitar menyebut juga sumber atau patirthan ini dengan sebutan “Nyi Beji Sari”. Nama tersebut diambil dari dahyang atau yang mbaurekso (berkuasa) di situs tersebut. Perhatikan juga nama “Yai Beji Sari” yang digunakan untuk menamai Situs Punden Beji Sari.     

Jika demikian bisa jadi Situs Sumber Menjing atau Nyi Beji Sari adalah patirthan ‘wedok’ (perempuan/feminin), sedangkan situs Punden Beji Sari atau Yai Beji Sari adalah patirthan ‘lanang’ (laki-laki/maskulin). Ini berarti kedua patirthan tersebut berdasarkan nama pemberian masyarakat sekitar, mengandung penyatuan dua buah unsur kosmik antara unsur feminin (yin) dan unsur maskulin (yang) yang dapat menghasilkan sebuah kekuatan (daya), terutama daya penyubur.

Bandingkan hal ini dengan Sungai Brantas yang berada dekat sumber air tersebut. Pecahan Sungai Brantas memiliki dua sebutan yaitu “Brantas Lanang (Kali Lanang)” dan “Brantas Wedok (Kali Wedok)”. Sayangnya Artebianz, kini hanya tertinggal sebutan “Kali Lanang” yang dapat ditemukan (Cahyono, 2011:37).

Situs Sumber MenjingGambar 09: Pohon ‘Loh’ besar, dari akar pohon tua inilah air di Situs Sumber Menjing (Nyi Beji Sari) mengalir tiada hentinya.
Sumber Gambar: Devan Firmansyah (2016)

Masih berhubungan dengan air. Ada hal yang menarik yaitu toponimi Dukuh Menjing itu sendiri. Menjing berasal dari kata “manjing”. Seperti kebiasaan orang Jawa pada umumnya, huruf “a” jika bertemu huruf konsonan maka dibaca “e”, misal “sapta” menjadi “septo”, dan lain-lain. Kata “Manjing” memiliki arti kata yaitu “masuk” (Prawiroatmojo, 1988:334). Bandingkan dengan arti kata Kecamatan “Sumber Manjing” yang berada di Kabupaten Malang. Sumber Manjing memiliki arti yaitu sebuah sungai yang sekonyong-konyong masuk ke dalam tanah (Suwardono, 2013:251). Maka jika arti kata Dukuh Menjing dianalogikan dengan arti Kata Sumber Manjing, maka harusnya terdapat sebuah saluran air (arung/gorong-gorong) di sekitar dukuh tersebut yang mengalirkan air ke dalam tanah. Hal ini mungkin dapat diteliti lebih lanjut.

 

 

Situs Menjing (Punden Mbah Bul)

Situs terakhir di Kelurahan Jatimulyo yaitu Situs Menjing (Punden Mbah Bul). Situs ini terletak ± 300 meter dari Situs Sumber Menjing, yang terletak di areal pemakaman umum di atas tanah membukit ± 200 m dari aliran sungai.

Situs ini berlokasi di Jl. Pisang Kipas depan tempat pembuangan sampah (TPA). Latar kesejarahan Situs Menjing kurang begitu jelas. Namun Artebianz kesejarahan situs ini bermula dari Masa Hindu-Buddha dan masa perkembangan Islam. Peninggalan arkeologi yang didapati hanya berupa bata-bata kuno dan pecahan gerabah non-glasir. Selain itu, terdapat dua makam Islam dinaungi cungkup. Warga setempat meyakini sebagai pusara dari “Mbah Bul” dan istrinya. Tradisi lisan mengisahkan bahwa Mbah Bul adalah sosok “sing mbabad, atau sing mbedah krawang (pembuka)” daerah Menjing dan sekitarnya.

Belum diperoleh kepastian apakah kedua makam itu merupakan makam yang sesungguhnya ataukah “makam semu”. Kendati jirat dan lantai makam telah dilapisi keramik, tapi nisan Mbah Mbul menggunakan bata besar—yakni bata-bata kuno yang bisa jadi berasal dari masa Pra-Islam. Bata-bata demikian banyak terdapat di sekitar cungkup makam. Ada yang berupa pecahan, ada pula yang masih utuh, bahkan membentuk struktur.

Selain itu, saya menemukan tidak sedikit terdapat pecahan gerabah tua nonglasir di permukaan tanah. Adanya bata-bata besar-tebal dan matang dalam pembakaran serta fragmen gerabah menjadi petunjuk bahwa Situs Menjing berasal dari masa Hindu-Buddha, yang berlanjut ke masa perkembangan Islam. Jika benar demikian Situs Menjing adalah situs lintas masa (Cahyono, 2013:139-140).

Pusara Punden Mbah MbulGambar 10: Pusara Punden Mbah Bul dan istrinya (Situs Menjing) banyak ditemukan batu bata merah kuno berukuran besar dan pecahan tembikar disekitar tempat ini.
Sumber Gambar: Devan Firmansyah (2016)

Beberapa waktu lalu, saya sempat mendapat informasi bahwa di areal persawahan sebelah utara dekat dengan TPA dan Makam sebelah tower listrik, banyak ditemukan umpak-umpak besar.

Saya pribadi belum sempat mengecek keberadaan artefak tersebut. Namun hal ini semakin menguatkan bahwa dahulu di tempat tersebut terdapat mandala dan bangunan suci seperti yang telah dibahas di artikel sebelumnya. Ini diperkuat oleh bukti adanya temuan artefak, patirthan, dan toponimi kuno. Hal ini tentu saja perlu dijaga dan dilestarikan agar sub-kawasan Jatimulyo-Mojolangu (Menjing-Bioro-Bukur-Panggung) menjadi kawasan budaya. Tentu saja untuk mewujudkannya diperlukan bantuan dari kita semua agar semua peninggalan bersejarah tetap lestari. Semoga.

Situs MenjingGambar 11: Batu bata merah besar digunakan sebagai nisan di Punden Mbah Bul dan istrinya (Situs Menjing), menandakan bahwa di sekitar sini dahulu terdapat bangunan kuno.
Sumber Gambar: Devan Firmansyah (2016)

 

 

Penutup

Tibalah kita di penghujung artikel ini, Artebianz. Sebelumnya kita telah membahas dan membedah panjang lebar hasil penelusuran kita ke situs-situs yang berada di wilayah Desa (Kelurahan) Jatimulyo dan Mojolangu. Dari penelusuran tersebut kita dapati di kedua wilayah tersebut terdapat dua buah sumber air kuno dan sebuah pusara dengan batu bata merah serta pecahan tembikar yang berserakan di sekitar.

Maka, dari temuan-temuan situs, artefak, dan toponimi (nama) kuno dari dukuh-dukuh di wilayah tersebut kita dapat merekontruksi kesejarahan daerah Jatimulyo dan Mojolangu. Kita bisa menyimpulkan bahwa dahulu kedua wilayah tersebut adalah pusat wilayah keagamaan ada masa Hindu-Buddha. Hal ini tentu menjadi kebanggan dari masyarakat kedua desa tersebut—bahwa desa mereka adalah desa kuno yang telah eksis sejak masa Hindu-Buddha. Pun demikian masyarakat juga sering melakukan bersih desa dan melestarikan budaya sehingga identitas desa menjadi terjaga, suatu hal yang tentu patut diapresiasi.


Sekian, salam boto lawas!


Tag :


Kopi Soda

Devan Firmansyah a.k.a Kopi Soda adalah seorang calon ahli sejarah dan guru sejarah, antropologi, dan sosiologi.

Profil Selengkapnya >>

Wisata Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Stigma dan Tradisi: Perempuan, Terlahir Sebagai Penghuni Neraka


Alvi Syahrin - Semua Berawal Dari Mimpi Dan Kemudian Menjadi Nyata


My Boyfriend's Wedding Dress... Gaun Pengantin Cowokku?


Bangkok Knockout: Permainan Maut antara Hidup dan Mati


Blinded by Love - Karena Cinta Sungguh Membutakan


Berkuliner Ala Foodtruck Fiesta di Graha Fairground Surabaya Barat


Coffee Bean & Tea Leaf Surabaya Town Square


Air Terjun Coban Sewu: Niagaranya Indonesia (part 1)


Literasi Desember: Literaturia, Budaya Berpikir Kritis, dan Literasi Media (Bag. 1)


Sebuah Wajah, Sebuah Rasa (Bagian Kedua)


Oma Lena - Part 1


Sang Wanita Dan Kuburan Rasa