Om Telolet Om, entah kenapa, sangat viral di media sosial. Suara klakson bus di jalur Pantura, telolet, menjadi "mantra" yang membuat semua orang merasa perlu membahasnya. Adakah manfaatnya?

Perayaan Kemerdekaan, menurut saya, tak perlu melulu cerita tentang perjuangan patriotik mengangkat senjata atau tentang menanamkan nasionalisme hiperbola membabi buta. Kisah dua sosok senja ini harusnya menohok jiwa muda kita.

Kamu adalah apa yang kamu makan. Semakin banyak kamu memakan makanan instan, semakin instan pula keberadaanmu di dunia ini. Didorong pemikiran ini, dan pertemuan saya dengan seorang penjual lontong kupang, jadilah artikel ini. Sebuah perenungan tentang kehidupan dan era Masyarakat Ekonomi Asia yang ada di depan mata.

Aktivitas rutin, apa pun itu, yang sifatnya berulang-ulang setiap hari akan dapat dengan mudah menggiring kita pada kebosanan. Untuk meminimalisasi kebosanan, kita bisa melakukan beberapa hal. Misalnya, mengawali hari di suatu pagi sambil melakukan persiapan ini dan itu sebelum meninggalkan rumah dengan menghadirkan televisi sebagai salah satu pilihan selingan. 

Celakanya, keadaan yang kita dapati darinya bisa berbalik 180 derajat. 

Milenium baru boleh disambut manusia sedunia, internet boleh berevolusi dari Internet Explorer ke Mozilla dan Google—dan kecepatannya jadi 4G, tol SuMo boleh saja sudah nyaris rampung, tapi ada satu hal yang akan selalu tetap: perdebatan dari sebuah pertanyaan kuno tapi nggak pernah habis ditanyakan....

Ada kemauan, ada jalan .... If there's a will there's a way. Meskipun menjadi salah satu motto hidup favorit saya, namun saya baru betul-betul menyadari ada "energi" yang tersimpan dalam slogan itu. Tepatnya pada Idul Fitri lalu, saya seolah mendapat tamparan keras, betapa dalam maknanya kala sudah dipraktikkan dalam kehidupan nyata.

Mari kita jujur, Artebianz; dari sekian banyak pelajaran yang kamu serap selama mengenyam pendidikan resmi, berapa yang menempel di kepala dan kamu praktikkan di kehidupan nyata? Bukan untuk sekadar dihafalkan dan demi mendapat rangking atau iming-iming. Tapi benar-benar dipraktikkan. Dan pertanyaan yang paling mendasar, seberapa banyak pelajaran yang kita hafalkan itu membantu proses berpikir kita?

Traveling atau perjalanan sedang menjadi kegiatan tren di kalangan pemuda Indonesia. I'm a traveller, begitu mereka sebut dirinya. Alam Indonesia sudah bagus, traveling ke luar negeri cuma gaya-gayaan saja, benarkah demikian? Sesungguhnya, ada makna dalam di balik sebuah perjalanan.

Media sosial masa kini, mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat. Mungkin Artebian sudah sering mendengar jargon tersebut. Memang benar adanya, media sosial saat ini tumbuh bagaikan satu nyawa dengan gadget alias alat komunikasi elektronik. Pada suatu waktu, kita butuh untuk keluar dari jeratan media sosial. Ini alasannya ..

Impian sepupu saya mengingatkan pada filosofi pohon pisang. Saya teringat pohon pisang yang banyak tumbuh di pekarangan. Pohon pisang selalu tumbuh merumpun. Di bagian akar induk selalu bisa tumbuh tunas baru.

“Malu bertanya, sesat di jalan”. Dulu, sewaktu SD, saya sendiri sering mendengar pepatah ini dari guru-guru saya. Sebuah percakapan yang tak sengaja saya curi-dengar beberapa hari lalu kembali mengingatkan saya atas pepatah tersebut dan membuat saya berpikir kembali. Namun kali ini dengan konotasi yang negatif. Sebenarnya, sejauh mana kita boleh bertanya pada orang lain. Sejauh apa kita boleh mengandalkan orang lain?

Hari Ayah. Sejujurnya saya baru tahu kalau hari istimewa untuk laki-laki yang paling berjasa dalam kehidupan kita ini dirayakan di Indonesia setiap tanggal 12 November. Dari kecil kita sudah sering sekali merayakan hari ibu pada tanggal 22 Desember atau hari Kartini pada tanggal 21 April. Hari Ayah belum ada. Jadi, sebelum bulan ini habis, saya rasa tidak ada salahnya mengupas tentang Ayah dan hari spesialnya.